Andai dokter Helmi Hidup Seribu Tahun Lagi

4 minutes reading
Wednesday, 7 Aug 2024 03:31 0 1503 Anshar Aminullah
 

Salah satu kisah yang cukup heroik dari Yunani Kuno, tentang Asclepius. Dia diyakini sebagai dewa penyembuhan dan pengobatan. Asclepius juga adalah seorang dokter yang sangat berbakat, bahkan dianggap memiliki kemampuan menghidupkan kembali orang yang telah mati.

Setelah kematian Asclepius, dia tetap dihormati sebagai dewa penyembuhan. Hampir semua kuil dan tempat suci didirikan untuknya, di mana orang-orang berdatangan untuk mencari kesembuhan. Lambang Asclepius, tongkat dengan simbol ular yang melilit di sekitarnya hingga hari ini masih digunakan sebagai simbol kedokteran.

Tak berimbang memang jika menyandingkan kisah kematian Asclepius dengan kematian mendadak dari seorang dokter ramah milik kaum millenial dan masyarakat segala segmen ekonomi yang tak punya tempat yang tepat mengeluh dan berbagi keluh kesah, seperti halnya dia mendapatinya pada seorang dokter yang 41 tahun lalu kedua orang tuanya menamainya Helmiyadi Kuswardhana.

Kematiannya hingga hari ini masih menyisakan duka yang mendalam. Beberapa jam sebelum ajal menjemput dia bahkan masih sempat mengupdate status dan menyampaikan pesan-pesan positif untuk kesehatan khalayak.

Di konten terakhirnya itu pula, dia penuh optimis, tanpa pernah curiga sedikitpun kematian sedang membuka mulutnya, tepat saat dia berada di antara ekstase keriangannya dan auman sang maut. Ironisnya tanpa ada sedikitpun celah tersisa dari sang malaikat maut untuk berdiskusi perihal cinta apatahlagi mengabulkan permintaan menundanya walau sesaat.

Aktivitas mengoperasi yang dia lakoni untuk puluhan pasien, serta konsultasi kesehatan yang masih dia layani bagi puluhan orang-orang yang selalu mendapatkan kebaikan dari resepnya, tepat dihari terakhir sebelum dia menghadap ilahi, yang hingga saat ini masih membuat banyak handai taulan, rekan sejawat, para followersnya, serta para pasien dan eks pasiennya yang hanya mampu diam seribu bahasa dengan peristiwa maut yang menimpa dokter energik ini.

Sosok dokter Helmi mampu menempatkan ilmu kedokteran berdialektika dengan humor ringan disetiap penyajian konten-kontennya. Tak hanya mengarahkan sembuh dengan memperhatikan pola hidup, sugesti psikologis para penonton kontennya pun mampu terelaksasi dan terhindar dari gejala stress meski itu hanya sesaat.

Dia memang bukanlah Asclepius, namun Helmi seperti dokter yang hadir dari dimensi lain. Gaya bertuturnya menjadi semacam ekspresi kultural bahwa orang-orang Sulsel itu asyik, humoris dan tak kasar seperti cerita dari mulut ke mulut orang-orang di kampung sebrang.

Ketakhadirannya di dunia medsos beberapa pekan ini, telah membuat publik kehilangan sight of significance (kehilangan makna penting). Lelaki dengan wajah yang selalu ceria itu baru saja berpulang memenuhi panggilan Tuhan ke dalam dekapan kasih sayangNya.

Peristiwa duka ini seperti mengajarkan kita bahwa pertemuan dan perpisahan itu amat tipis jaraknya. Kesedihan dan kebahagiaan pun adalah satu momentum yang beriringan meski berada di sudut berbeda.

Hanya rasa sayang mendalam kita lah kepada almarhum, sehingga setiap kalimat-kalimat dari ucapannya selalu berdampingan dengan kesadaran, bahwa kita boleh saja kehilangan wajahnya secara jasmaniah namun tidak secara ruhaniah.

Setelah kematian dokter Helmi percayalah, dia akan tetap dihormati meski bukan seperti halnya penghormatan pada dewa penyembuhan sang Asclepius . Namun semua pesan-pesan positifnya disetiap konten-kontennya akan didirikan layaknya sebuah ‘kuil’ berbentuk rumah sakit digital.

Dimana orang-orang datang untuk mencari jalan kesehatan, dengan benak dipenuhi harapan dalam perandaian “andai dokter Helmi hidup seribu tahun lagi…” dengan seizin Allah, akan banyak orang yang akan selalu merasakan kebaikan dan keikhlasannya. Keramahannya kelak akan menjadi ‘simbol’ representasi dokter teladan di negeri ini,

Mungkin benar kata mendiang Ahyar Anwar, bahwa kematian tidak akan pernah membuat kita kehilangan orang yang kita cintai. Namun sisa kehidupan pada kita yang ditinggalkan, yang membuat kita tak saja kehilangan orang yang kita cintai, tapi juga kehilangan diri kita sendiri.

dr Helmi Dg Beta….
Kematian mungkin telah mengalahkanmu, untuk bertahan dalam sisa impianmu bagi khalayak. Namun perjumpaan yang cepat dengan Tuhanmu, telah menjadikanmu sebagai pemenang sejati, di hati orang yang telah merasakan budi baikmu. Dan kepergianmu, akan menjadikannya sebagai pejuang sejati, dari sisa mimpimu, pada ketiga anak-anakmu kelak di masa depan.

Slamat Jalan Dg Beta, kami menyayangimu….

(Video Highlight Puisi Untuk Dokter Helmi)