Catatan di 23 Tahun UIT (Bab Yang Hilang)

4 minutes reading
Friday, 5 Jul 2024 15:39 0 1384 Anshar Aminullah
 

Dalam catatan ringan ini, saya hendak memulai dari sebuah sejarah beberapa abad lalu di negara USA sana.

Bahwa meskipun dalam catatan sejarah dia bukan pendiri langsung, namun John Harvard yang berprofesi sebagai seorang pendeta, dia menyumbangkan setengah dari kekayaan yang dimilikinya berikut dengan perpustakaannya kepada sebuah universitas yang dikemudian hari dinamai Harvard College tepat di tahun 1636.

Keikhlasannya dalam menyumbangkan kekayaan demi kepentingan umat yang membuat UniversitasAll Posts tersebut tetap eksis berada di peringkat nomor 1 sebagai Universitas terbaik di Dunia versi QS World University tahun 2023-2024.

Spirit ini yang nyaris sama dan mewarnai pembangunan salah satu kampus swasta terbaik di Indonesia timur beberapa tahun lalu, namanya Universitas Indonesia Timur.

Namun entah mengapa seiring perjalanan waktu spirit tersebut perlahan berubah, dominasi orientasi bisnis meluluh lantahkan orientasi pembangunan kualitas SDM anak bangsa dalam aktivitas akademiknya.

Dalam sejarahnya, Universitas ini tumbuh perlahan dengan jika tidak salah ingat, tingkat peminat pernah menyentuh angka 4000 hingga 5000-an mahasiswa di rentang waktu 2007-2014.

Alumninya tersebar di berbagai instansi. Mereka lolos PNS dengan nilai meyakinkan. Di instasi swasta pun mereka diterima dengan salah satu pertimbangan bahwa kualitas Universitas ini bisa dipertanggung jawabkan.

Setelah rentang tahun di atas, perlahan namun pasti jumlah mahasiswa peminatnya pun menurun drastis.

Puncaknya adalah sanksi dari Dikti yang ikut andil dalam memposisikan Universitas di Eks Supermarket kembang melati ini terpuruk dan nyungsep bahkan nyaris ditutup izin operasionalnya.

Asa muncul saat mantan Direktur D3 Kebidanan ditunjuk menjadi Rektor setelah beberapa kali pergantian.

Keajaiban terjadi, ditengah segala keterbatasan baik dukungan publik, finansial yayasan yang kurang sehat, namun kemampuannya meramu SDM terbaik yang masih memilih bertahan di UIT, dengan berbagai permakluman kondisi keuangan yang belum mampu menyokong kebutuhan dapur secara layak kala itu.

Alhasil, hampir semua fakultasnya terakreditasi dengan baik, Dikti dan LLDIKTI juga ikut mensupport kampus ini kembali eksis seperti sedia kala.

Setelah semua kesulitan kampus ini lewat, Rektor Dr. Andi Maryam pun lewat. Tak ada angin tak ada hujan, dia terhalang syarat dipencalonannya untuk kembali menjadi Rektor dengan alasan yang sampai sekarang saya pribadi masih tertawa kecil jika mengingat persyaratan tersebut.

Tapi lupakanlah, tak baik berpolemik dengan peristiwa masa lalu ini, toh juga tim yang terlibat dibelakang Dr. Andi Maryam yang ikut disapu bersih telah move on dengan segala drama Korea di cerita ini.

Tepat di 5 Juli 2024, apa kabar UIT di 23 tahun usianya hari ini? Hal yang hanya bisa dijawab oleh internal struktural perihal baik tidaknya kondisi sekarang ini.

Dies Natalis 23 Tahun Universitas Indonesia Timur

Selebihnya cek jejak digitalnya saja, mungkin setidaknya sudah bisa menggambarkan bagaimana eksistensi kampus sekarang ini.

Upaya bangkit pun dilakukan dengan mengubah sebutan UIT menjadi Unitim, mungkin prinsip kultur Bugis-Makassar masih diadobsi oleh yang merubah sebutan ini, yakni kalo ada anak yang lagi sakit-sakitan maka rubah sebutan atau panggilan namanya, supaya dia jadi sehat dan sakitnya tak kambuh lagi.

Namun hemat saya pribadi ini adalah bentuk kekonyolan, upaya bangkit namun menghapus bagian sejarah para alumni yang pernah dan akan tetap bangga saat disebut nama UIT, dan bukan Unitim.

Dan nama UIT ini pun masih saya cantumkan di salah satu kolom asal kampus di pengajuan aplikasi seleksi Beasiswa Post Doctoral sekolah pemerintahan di Harvard University beberapa bulan lalu.

Meskipun gugur di pengumuman seleksi akhir pada proses yang memakan waktu selama 7 bulan melalui persaingan ketat dengan peminat dari berbagai kampus-kampus top di dunia, namun saya tetap bangga, sebab nama UIT masih saya cantumkan di dalam sebagai bahagian alumni S1-nya.

Saya yang pernah kuliah dengan keterbatasan kelas dan hanya mampu mondar-mandir parkiran-pelataran-kantin sambil sesekali bercermin dari sekian banyak yang terpasang di sekitar kelas kampus Eks toserba kembang melati ini.

Harapan besar kita letakkan dipundak para petinggi kampus beserta strukturalnya saat ini. Dimana sebahagian diantaranya adalah alumni yang spirit kebesaran UIT di masa lalu masih mereka genggam sebagai modal untuk mengambalikan UIT di kejayaannya. Dan kita perlu percaya serta yakin bahwa dengan pertolongan Tuhan YME, mereka akan sanggup melakukannya.

Almamater, di 23 tahun usiamu hari ini, sayup terputar Mars UIT disaat mengetik tulisan ini. liriknya seolah menjadi BAB yang hilang dalam perjalanan kampus mencetak mahasiswa berkualitas.

Alamater, percayalah, puluhan ribu alumnimu di luar sana merindukanmu seraya berdoa dari kejauhan untuk kebaikan dan kejayaanmu esok, dan yang akan datang.

“Dunia cakap dunia teknologi,
dunia usaha dicipta dan diraih
Universitas Indonesia Timur,
Berjaya sepanjang masa”

Dies Natalis 23 Tahun Universitas Indonesia Timur!

Tulisan ini juga diterbitkan oleh media :

https://ideatimes.id/2024/07/05/opini-catatan-di-23-tahun-uit-bab-yang-hilang/