Babak lanjutan dari Pilkada serentak 2024 dalam beberapa pekan ini telah berlanjut ke episode selanjutnya. Tahapan gugatan dan sengketa ke Mahkamah konstitusi. Dari catatan terakhir, Mahkamah Konstitusi telah meregister 309 perkara Perselisihan dari hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024.
Dari total 23 diantaranya merupakan perkara PHP Gubernur dan Wakil Gubernur, kemudian ada 49 perkara PHP Wali Kota dan Wakil Wali Kota, serta 237 perkara PHP Bupati dan Wakil Bupati (mkri.id).
Salah satu diantara ratusan gugatan tersebut adalah gugatan pasangan Dani Pumanto – Azhar Arsyad pada pilgub Sulsel 2024. Apa yang diikhtiarkan pasangan ini mengingatkan kita pada kisah legenda bangsa Yunani di pertempuran tahun 480 SM.
Adalah Raja Leonidas dari Sparta bersama pasukan kecilnya yang berjumlah dikisaran 300 orang prajurit.
Meskipun mereka telah meyakini dari awal kekalahan menjadi ending dari pertempuran ini oleh karena mereka kalah jumlah, Leonidas tetap memutuskan memimpin ke 300 ksatria ini untuk melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan sekaligus sebagai penegasan kehormatan dan semangat tak kenal menyerah pada situasi sekecil apapun peluangnya.
Mungkin tak beda jauh dengan upaya berbentuk gugatan Cagub Sulsel Nomor urut 1. Gugatan ini menjadi proses-proses demokratis dari upaya ‘fight’ lanjutan, dimana gugatan ke MK menjadi alat untuk mengungkapkan perjuangan politiknya.
Ini adalah bagian dari hak konstitusi mereka yang sah, dan sangat penting dilakukan sebagai ikhtiar politik pasca pemungutan suara di 27 November 2024 lalu.
Sengkarut Di Keserentakannya
Pesta demokrasi di Pilkada serentak 2024, niatan awalnya tak jauh dari upaya menggantikan proses sebelumnya, dimana ada situasi beban berlebih penganggaran oleh karena pelaksanaannya yang terpisah antara Pilgub dan Pilkada di level kabupaten.
Kita mungkin bisa bertanya, apakah pelaksanaan secara serentak ini sendiri mampu menyelesaikan masalah- masalah yang selama ini dianggap sebagai problem atas ‘ribetnya’ berdemokrasi kita.
Ide awal ini juga sama sekali memang bukan bertujuan memuaskan kelompok tertentu, namun toh pada pelaksanaannya penganggaran justru membuat para calon menjadi terbebani dan beberapa kelompok justru ‘diuntungkan’ dengan adanya mahar politik.
Tingginya biaya politik juga disinyalir menjadi salah satu penyumbang banyaknya Calon Tunggal di Pilkada serentak 2024 ini (Antara News)
Bahkan salah satu parpol pemenang pemilu 2024 turut bersedih pada sistem semokrasi kita. Sorotannya tertuju pada kebiasaan pasangan calon kepala daerah yang melakukan politik uang.
Dimana ini berefek memperparah tingginya biaya politik dalam Pilkada serta membawa dampak negatif pada sistem demokrasi di Indonesia (medcom.id)
Fakta yang tidak kalah mengagetkan, catatan dari Komnas Perempuan adanya diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Komnas perempuan mencatat adanya diskriminasi dan kekerasan berbasis gender dalam proses demokrasi di 2024 ini, seperti diantara pernyataan yang berbau seksis dan subordinasi pada perempuan.
Kondisi ini jelas makin menambah beban bagi calon perempuan yang harus mendapat tambahan tantangan selain kompetisi politik ini sendiri.
Dan pada akhirnya, sebelum ribut soal kapling bambu 30 KM di laut Tangeran, isyu pemilihan langsung kembali lagi ke DPRD akhirnya menggelinding dengan deras.
Alasan ruwet, ribet, biaya mahal dan masih banyak masalah lain di pilkada serentak menjadi alasan petinggi negeri melemparkan isyu ini di beberapa forum resmi.
“Gugatan ini secara tak langsung akan memiliki dampak jangka panjang yang akan menginspirasi generasi di masa mendatang, yang akan tetap relevan dalam berbagai momentum politik di Sulawesi Selatan.”
Anshar Aminullah
Warisan dan Inspirasi
Ribuan tahun berlalu, namun spirit perjuangan Leonidas tetap tercatat dalam ingatan dan termaktub makna, bahwa setiap upaya perjuangan sekecil apapun peluang menangnya harus berani dilakukan.
Pun demikian dengan aduan kubu DP dan AA ke Mahkamah Konstitusi dalam kondisi dan posisi kalah dengan range angka yang cukup berjarak.
Selain menjadi upaya terakhir mereka, ini secara tak langsung akan memiliki dampak jangka panjang yang akan menginspirasi generasi di masa mendatang, yang akan tetap relevan dalam berbagai momentum politik di Sulawesi Selatan.
Dan di masa depan, upaya ‘impossible’ mereka ini akan selalu dikenang di beberapa lapisan generasi. Mereka akan menjadikannya sebagai simbol keberanian dalam menembus batas dari keterbatasan yang dimilikinya.
Artikel ini telah tayang lebih awal di :
https://makassar.tribunnews.com/2025/01/26/menembus-batas-di-jalur-hak-demokrasi