Ketika TOA Masjid mendadak ‘Appakintaki’

Ketika TOA Masjid mendadak ‘Appakintaki’

Dua hari ini jagad maya di Indonesia marak soal kontroversi analogi suara Speaker masjid dengan suara anjing yang menggonggong oleh salah satu menteri di negeri ini.
Belumlah reda viralnya Aldi Pakintaki, pernyataan yang bikin appakintaki (baca : menyentak) ini juga tiba-tiba muncul disalah satu televisi swasta di Indonesia beberapa waktu lalu dan akhirnya potongan wawancaranya tershare melalui media sosial. Nitizen pun terbagi dalam berbagai kubu. Yang mencibir, yang membela, dan yang netral.

Pada yang mencibir tak bisa juga dikatakan sebagai sikap yang dilatarbelakangi semacam kebutaan spiritual. Pada yang membela tak boleh juga kita kategorisasikan inkonsistensi dan kemunafikan. Atau pada yang netral adalah bukan sikap apatisme yang cenderung tak mau ambil resiko.
Meme berhamburan, video plesetan berseliweran, status dan komentar di berbagai akun media sosial saling menerjang.

Hal itu juga kadangkala sedikit mengaburkan konteks tujuan dan maksud mereka, apakah ini kepentingan duniawi, kepentingan ukhrawi ataukah kepentingan ilahiyah murni. Hanya Allah yang tahu akan kualitas dan orientasi kepentingan diatas.
Polemik ini melemparkan ummat di Indonesia pada garis yang amat sulit mendapatkan titik tengah yang bisa membuat suasana menjadi adem. Meskipun pada prinsipnya, kita selalu mendapati suasana yang kompak kembali setelah berlalu beberapa hari yang telah diawali dengan permohonan maaf pelaku dan ditutup dengan isyu baru yang tak kalah hot.

Apatah lagi ekspansi Rusia ke Ukraina rasa-rasanya jauh lebih menguras emotional kita dibanding berbalas pendapat dan komentar, yang acapkali tak jelas ujung pangkalnya.

Start ke Metaverse Finishnya di Tiga Periode

Start ke Metaverse Finishnya di Tiga Periode

Dunia sedang menuju sebuah era baru. Mark Zuckerberg dengan perusahaan Meta-nya makin giat mempromosikan era baru dalam dunia digital ini. Satu bentuk pengalaman baru yang semua orang bisa menjelejahinya dimanapun dia berada. Dengan kata lain, mau tak mau kita membutuhkan cara-cara baru untuk menjadikan masuk akal dunia yang ditransformasi ini.

Kehadiran market place milik Meta kedepan akan melahirkan kebiasaan berbelanja baru, dimana akan ada fenomena tergila-gila dengan konsumsi yang intens dan kontinyu yang kita dapati pada masyarakat sekitar. Nantinya kebiasaan ini menghasilkan stratifikasi bentuk baru. Diantaranya, yang berbelanja produk mahal adalah orang-orang melek digital dengan kemampuan finansial lebih, sementara yang sama sekali jadi penonton adalah masyarakat gagap teknologi dengan keadaan ekonomi memprihatinkan.

Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan finansial lebih, dia akan selalu ikut tenggelam di dalam kebiasaan berbelanja online di dunia virtual, pola konsumtif yang menawarkan pilihan gaya hidup yang tak pernah terbayangkan, tersaji di era digital ala pendiri Facebook ini.

Konsep Metaverse ini kurang lebih seperti apa yang pernah di ungkapkan Manuel Castell tentang Masyarakat Jaringan. Bahwa kini kita secara rutin mengetahui apa yang terjadi di dunia di luar kita meski kita tidak pernah mengunjunginya langsung.

Kota Seoul menjadi salah satu kota terbaik di dunia yang cukup giat mempersiapkan diri dengan berbagai fasilitas penunjang yang dibiayai dengan dana yang tidak tanggung-tanggung diangka hampir US$34 juta, yang jika dirupiahkan nyaris dikisaran Rp.492 Miliar. Jumlah yang fantastis dan tidak main-main memang. Saya tiba-tiba teringat dengan kota tempat saya kuliah S1, Makassar.

Beberapa minggu lalu, lewat statemen Walikotanya, dia juga mempublis keinginannya menjadi Kota Metaverse. Singkat cerita, terkait pernyataan itu, membuat media Radio milik pemerintah pusat mewawancarai saya untuk dimintai tanggapan selaku pengamat sosial. Saya pun janjian dengan wartawannya, di suatu tempat yang tidak menghambat perjalanan kami oleh karena banjir dibeberapa ruas jalan kala itu membuat antrian kendaraan bernama macet amat sulit untuk dihindari.

Kami berhasil bertemu dan akhirnya saya pun di wawancarai mengenai kesiapan Makassar menjadi Kota Metaverse. Meski wawancara saya agak terkendala, oleh karena jaringan seluler wartawannya dan milik saya bersamaan kesulitan mendapatkan sinyal yang bagus. Dua kejadian yang menasbihkan kesiapan kota ini, Banjir dan sinyal putus-putus menjadi awal yang unik untuk calon kota Metaverse.

Sebagian besar Negara di Eropa dan di USA sendiri telah sibuk mempersiapkan diri sebagai kota Metaverse. Sementara kita di Indonesia hingga hari ini masih sibuk berdebat soal volume besar-kecilnya TOA Masjid. Dan yang terbaru, sibuk membicarakan boleh tidaknya 3 Periode masa jabatan Presiden RI.

Pawang Hujan diantara Kearifan Lokal dan Aqidah Situasional

Pawang Hujan diantara Kearifan Lokal dan Aqidah Situasional

Pasca perhelatan MotoGP di sirkuit Mandalika, sebuah gelaran akbar level internasional yang telah mengangkat nama Indonesia di Mata dunia, jagat maya kembali diramaikan dengan berbagai macam komentar soal kehadiran para pawang hujan di sirkuit tersebut.

Mba Rara tiba-tiba menjadi sorotan dalam kontroversi pendapat warga +62. Pawang berdarah Jawa kelahiran Papua dan berasal dari Bali ini mendadak ramai dibincangkan. Sebagian orang menganggap bahwa apa yang dipertontonkannya adalah aktivitas pamer kesaktian namun memalukan bagi bangsa kita. Terlebih lagi saat bersamaan banyak mata di lokasi menyaksikan ritual tersebut.

Bahkan pemerintah lewat BMKG pun mempertegas lagi, bahwa ini bukan karena Mba Rara, tapi karena durasinya sudah selesai jadi hujannya berhenti. Disebagian lain mengaggap ini melawan Tuhan. Dan sebagian lainnya justru merasa terhibur dengan tingkah-tingkah unik tersebut.

Posisi aktivitas nge-pawang ini bagi tak sedikit penganut Islam memang dianggap cukup mengganggu konsistensi aqidah bagi pelakunya. Hal ini berlaku tentu jika sang pawang adalah seorang muslim atau muslimah, namun jika bukan ceritanya pasti akan berbeda.

Dalam perspektif lain, ada kondisi dimana iman dan mentalitas kita pada khazanah budaya negeri yang acapkali memberikan peluang kemudaratan lebih tinggi dibanding kemaslahatan. Ini terjadi saat pesimisme akan kehendak alam itu diluar kendali kemampuan normal manusia. Akibatnya, perdukunan adalah solusi yang cepat.

Telinga kita sudah lazim saat tetangga kehilangan duit, motor, emas atau hewan ternak maka dukun adalah tempat bertanya dan solusi paling instan sebagai tempat mengubur rasa mengikhlaskan kehilangan.
Lihatlah pula saat ada gelaran hajatan pesta, ataupun semarak sebuah event yang menghadirkan orang banyak dan pejabat.

Saat hujan terprediksi akan membasahi acara dalam volume lebih, berdoa ke Yang Maha Kuasa masih sering di backup dengan mencari sesepuh adat di kampung yang bisa memindahkan hujan.

Pada kondisi ini label kemusrikan justru dikaburkan pada alibi “ini ikhtiar tradisional yang dinamakan kearifan lokal”. Meminta bantuan sesepuh adat di kampung lebih enjoy dengan melabelinya sebagai usaha manusia agar acara berjalan lancar. Ini mengarah sebagai Aqidah situasional, yaitu suatu bentuk akal-akalan meng-Esa-kan Tuhan jika itu tak mengganggu urusan dan kepentingannya.

Aqidah Situasional itu juga mencakup perilaku, dimana jika dia yang melakukan maka ini disebut sebagai Local Wisdom. Jika orang lain maka ini dia cap melampaui kehendak Tuhan. Ini khan tak adil namanya.

Aktivitas Pawang ini memang telah ada sejak jaman nenek moyang kita. Tak ada referensi paten soal kapan munculnya. Namun dibeberapa kelompok masyarakat ini sudah menyatu dalam sistem sosial-budaya yang berasal dari ritual tradisional, lewat pengkonstruksian simbol-simbol dengan cara-cara terikat oleh sebuah pakem. Dalam satu sisi, pawang ini dianggap sebuah kegilaan. Namun dilain sisi, mungkin ini bisa jadi adalah ‘kebijaksanaan batiniah’ ala-ala Foucault.

Saya sangat tertarik dengan salah satu pendapat sahabat saya dalam sebuah goresan status di media sosial, bahwa ini bukan wilayah siapa yang benar atau siapa yang salah. Juga bukan soal etis dan tak etis. Termasuk estetika. Bahwa tingkat kesalutan sahabat saya ini ada pada kepercayaan diri sang pawang di pentas internasional tepat disaat jutaan mata dunia sedang live menyorot setiap detik peristiwa di sirkuit.

Tulisan status tersebut dipertegas, bahwa gagal atau berhasilnya pawang adalah hal lain. Namun rasa hormat tetap perlu kita berikan oleh karena keberanian sang pawang menunjukkan bahwa bangsa kita punya tradisi dan keyakinan dalam “mengatur semesta” dalam dimensi kemanusiaan kita (S.T).

Kehadiran pawang mungkin bukanlah penegasan person bahwa mereka lebih hebat, lebih pandai, lebih skilled dan mumpuni dari Allah. Namun tak bijak juga jika posisi akal sehal hanya disematkan pada kita yang menyaksikan dan sang pawang justru pada posisi sebaliknya.

Aktivitas pawang memang dalam kehidupan modern sekarang ini tak pernah kehilangan panggung. Kerja-kerja dibalik layar yang kemudian pakemnya dilanggar oleh Mba Rara dengan mengambil posisi didepan layar dan tampil menghentak dipanggung utama. Ini seolah mempertegas adanya kekeringan mekanisme dalam dunia modern.

Ada semacam kesadaran keagamaan sesaat yang lahir dari ramainya perbincangan aktivitas pawang ini. Tiba-tiba saja ketauhidan bagi tak sedikit orang mendadak menjadi tebal akibat aksi ini.
Riuhnya kontroversi ini juga secara tak langsung menggiring kita pada pentingnya mengimplementasikan dalam kehidupan sebagaimana yang di sebut Cak Nun sebagai kelayakan moral, kejujuran dan kejernihan intelektual, kesehatan mental dan kebersihan spiritual.

Ini penting, sebab jika hal itu terlepas dalam kehidupan kita, ada rasa kuatir, jangan sampai kita yang menertawakan aksi tersebut justru sedang memperolok-olok diri sendiri. Yakni merasa lebih paham agama dan merasa finish di sakratul maut akan lebih baik dari mba Rara yang juga beragama Islam ini. Sebab biasanya, makin tinggi perasaan lebih memahami kebenaran, seseorang justru semakin sukar melakukan penyucian diri.

Beruntunglah beberapa hari kedepan Ramadhan akan menyambut bagi hamba-hamba yang hendak mensucikan dirinya untuk kembali menjadi Fitrah. Jangan sampai ibadah Ramadhan Mba Rara jauh lebih sempurna dibanding kita yang telah menertawakannya, itu khan lucu jadinya! Wallahu A’lam.

Sisi Lain pada kasus Pembunuhan Najamuddin Sewang

Sisi Lain pada kasus Pembunuhan Najamuddin Sewang

Persoalan perselingkuhan yang menjadi pemicu sehingga IA ini menjadi gelap mata dan pada akhirnya menghabisi Najamuddin Sewang lewat tangan orang lain. Ini menjadi persoalan yang bisa dilihat dalam sebuah pendekatan, bahwa ini adalah masalah pribadi yang tak ada kaitannya dengan kelembagaan dilingkup Pemkot Makassar.

Cinta segitiga ini kebetulannya saja terjadi karena mereka pernah dalam satu instansi yang sama. Sehingga ranah privasi mereka bertiga tak boleh dicampuri berlebihan oleh siapapun. Namun persoalan ini pada akhirnya sulit untuk tak dicampuri oleh pihak luar. Karena menjadi serius oleh karena mengakibatkan salah satunya harus meregang nyawa.

Posisi strategis IA dan R ini yang patut kita garis bawahi. Mereka adalah leadher di instansi mereka, contoh buruk ini berpotensi besar berdampak negatif pada bawahan masing-masing. Peristiwa ini kita harapkan menjadi sinyalemen keras bagi ASN di instansi lainnya agar lebih bijak dalam menyikapi persoalan serupa dimasa-masa mendatang.

Perlu pendekatan khusus memang, sebab kasus perselingkuhan ini adalah hal yang cukup sensitif jika tak pandai dalam memberikan pemahaman pada person yang terlibat. Pemkot seyogyanya memang membuatkan aturan yang tegas agar para birokrat ataupun ASN dilingkup pemerintahannya menjadi lebih berhati-hati, arif dan bijak dalam merespon serta melakukan tindakan pada kasus serupa, sehingga apa yang menimpa Najamuddin Sewang ini menjadi kasus pertama dan terakhir dilingkup ASN di Kota Makassar dan daerah-daerah lainnya.

Selain itu pula. Pada perspektif lain.
kejahatan seperti penembakan ini adalah salah satu persoalan yang serius dalam hal timbulnya Disorganisasi sosial kedepan di Makassar.

Ada masalah dalam kontrol sosial kita selama ini. Namun tak salah jika perlu digiatkan lagi membersamai upaya memfokuskan pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku masyarakat dan membawanya menuju ketaatan kepada norma-norma khas kita seperti Siri’ Na Pacce.

Penembakan ini menegaskan adanya sinyalemen tidak akan lama lagi akan tumbuh praktek-praktek kejahatan ekstrim serupa dalam masyarakat. Pemerintah dan aparat kepolisian punya PR yang tidak main-main yang harus mereka antisipasi segera.

Menjaga Perasaan Bu Lurah

Menjaga Perasaan Bu Lurah

Publik digemparkan dengan fakta terbaru dari kasus pembunuhan NS. Atasan sekaligus orang yang telah berbaik hati memasukkan dia menjadi Honorer di Dinas Perhubungan lingkup Pemkot Makassar, menjadi otak utama dibalik kematiannya.

Ironi memang. Hubungan cinta segitiga yang mestinya bisa dibicarakan empat mata agar berakhir baik-baik antara NS dan AI, endingnya terpaksa berakhir tragis. Tapi yang namanya cinta dan cemburu yah bawaannya memang lebih sering buta. Kata Tiffany If love is blind, I’ll find my way with you, ‘Cause I can’t see myself I’m not in love with you, If love is blind, I’ll find my way with you.

Cinta itu memang buta. Dan IA mungkin sudah menegaskan ke R bahwa “aku akan menemukan jalanku bersamamu, Karena aku tidak bisa melihat diriku sendiri, Aku tidak jatuh cinta padamu, Jika cinta itu buta
aku akan menemukan jalanku bersamamu.

Penggalan kalimat kurang lebih arti dari lagu Love Is Blind ini. Bahwa kebutaan pada cinta itu juga akan memaksakan orang untuk menemui jalannya, walau itu bernama gelap mata karena dibakar api cemburu.

Masyarakat kita ini beda dengan orang barat. Disana mereka memainkan lakon-lakon cinta modern yang fatal, menembus batas pagar hasrat yang terlarang. Lakon cinta di ketiga person ini memang masih terkesan tradisional romantik, aktivitas selingkuh tipis-tipis dimana ending ceritanya berakhir tragis. IA ini mengingatkan kita pada kisah yang dituliskan Honore Balzac.

Sebuah novel berjudul Last Ilusion, dimana tokohnya adalah Vautrin sebagai sosok iblis yang jatuh hati pada dua orang wanita, Lucien de Rubenpre dan seorang janda bernama Esther. Kisah ini punya kemiripan dengan IA yang cinta mati pada R dimana dia berani mentransformasikan cinta dengan sisi kehidupan bebas yang menembus batas moral kemanusiaan serta menanam kejahatan demi kejahatan yang berbuah tragedi.

Elegi Tiga Hati Para Kartini

Elegi Tiga Hati Para Kartini

Tragedi ini bukan saja milik ketiga Kartini dan kedua pria malang ini. Namun ini adalah sebuah tragedi pada siapapun yang memiliki rasa ketulusan dalam mencinta

Lebih sepekan pemberitaan dan diskusi disetiap sudut di kota ini temanya hampir sama, tragedi yang cukup tragis. Tema ini mungkin hanya bisa bertahan dua mingguan, selebihnya semua akan sirna ditelan hiruk pikuk kota yang sibuk menuju mimpi Metaversenya. Namun di ketiga hati para Kartini ini ceritanya akan berbeda. Mereka akan cukup lama berada dalam sebuah kesedihan, kesunyian, dan kerinduan yang lahir diatas sebuah penghianatan pada cinta mereka, dan yang paling sulit terelakkan adalah “kenangan”.

Saya hendak mengajukan sebuah pertanyaan dengan tetap berupaya berada pada jarak logis yang tak hilang.
Adakah yang lebih menakutkan dan terkadang mengerikan dari yang melekat dalam kepala kita selain kenangan?

Di kedua pria dan di ketiga Kartini ini mungkin masing-masing memiliki alasan untuk saling memilih kenapa mereka melabuhkan hati dalam sebuah ikatan pernikahan yang resmi, ataupun sebuah hubungan terselubung bernama selingkuh.

Kita bisa pastikan bahwa pada mereka yang saling memilih untuk menjalin hubungan bukan semata dari sebuah kesepakatan untuk “sama-sama menjadi penjahat, engkau mencuri hatiku, dan aku mencuri hatimu”. Namun tetap saja alasan seorang pria memilih wanita adalah pada pertimbangan bagian secret dari keindahan yang sangat misterius.

Dan alasan Wanita memilih para pria tetap saja didominasi pada sesuatu yang paling tidak rasional baginya. Itulah mengapa pada pria yang bernasib paling tragis, yang padanya dialamatkan telah menautkan hati pada wanita lain, ada hal yang susah masuk dalam rasional kita.

Yakni saat sang istri masih saja terus membelanya diberbagai pemberitaan, bahwa dia pria paling setia dalam hidupnya, dia adalah sosok bapak yang paling bertanggung jawab. Meskipun senyuman yang tersungging di bibirnya kita bisa rasakan adalah kepedihan yang tak tertahankan, dan sebuah kenangan indah masa lalu, dan kenangan terbaru perihal cerita di tepi jalan disudut kota, saat tubuh kekar lelaki yang dicintainya menjadi lunglai karna tak kuasa menahan rasa sakit akibat paru-parunya tertembus timah panas.

Kita semua tahu bahwa sebuah kejahatan yang sempurna adalah kejahatan tanpa jejak dan berakhir pada ketiadaan yang terus menerus. Namun hal itu jarang berlaku pada kejahatan cinta berbalas yang dusta. Kejahatan tetaplah kejahatan Dia akan selalu memunculkan dirinya sebagai penegasan, bahwa kebenaran selalu berhasil memaksa dia untuk menampakkan diri sekaligus memaksanya mengakui kekalahan.

Pada pria yang harus mempertanggung jawabkan kekhilafan atas kebutaan pada cintanya yang mendalam pada Kartini lain selain Kartini resmi dalam hidupnya. Dia telah meninggalkan jejak yang parah dimana namanya tertulis dengan baik justru saat dia berusaha menghapus namanya dalam sebuah sandiwara.
Dia telah melakukan tindakan barbar, dimana dia menasbihkan cintanya setelah mengorbankan orang lain.

Sementara dia melupakan ada seorang Kartini sah dalam hidupnya, yang mencintai dia sepanjang hayat, sebuah cinta sejati yang kehilangan makna tepat disaat sang suami menorehkan tanda tangan sepakat untuk ikut para aparat yang menggelandangnya.

Kita menjumpai kenyataan bahwa meningkatnya rasa sayang dan cinta pada seseorang acapkali membuat mental kita menjadi kuat menghadapi kenyataan tapi tidak dengan sisi moralnya.

Kartini berstatus penumpang gelap di dua hati pria tadi. Dia memelihara keindahan pada dirinya, sementara kesuraman menjadi satu-satunya hasil dari hubungan segitiga mereka.

Dalam dirinya, dia mengalami kesedihan dan penderitaan saat dia tersentuh cinta yang penuh dinamika dan harmoni kegundahan, rasa cemas serta ketakutan-ketakutan, dari bangunan rasa pada dua hati lelaki yang tak pernah dia sangka akan berada dalam drama berujung kematian.

Namun kita mesti berbaik sangka, sekali ini saja, percayalah! bahwa tak pernah sekalipun dia berniat untuk menorehkan luka dalam jiwa yang satu, dan menimpakan maut pada jiwa yang lain. Dia adalah seorang Kartini yang mencoba menguatkan hatinya kembali dari sebuah cinta yang kandas dan berhenti pada kekosongan status pernikahan.

Dia adalah seorang Kartini yang berada disebuah batas sebait doa, saat dingin dan kantuk disepertiga malam dengan mata berkaca memohon pada Tuhannya agar kebahagiaan datang memeluknya. Walaupun pada akhirnya, kenyataan yang dia dapati adalah sebuah pola hubungan saling mencinta dari kedua pria yang sangat dekat pada lingkaran dosa struktural, dosa sistemik dan dosa kolektif.
Pada Kartini di sebuah sudut Kelurahan.

Dia mencintai seorang pria yang juga mencintai orang lain. Dia menempatkan sang suami dalam indahnya kenangan diatas puing hati dan serpihan-serpihan rindu yang mendadak buram karena ketakjujuran.

Pada kedua pria ini, mereka berdua merawat sebuah rahasia. Dan ketika rahasia itu ditemukan maka berubahlah rahasia itu menjadi sebuah gerbang untuk meraih rahasia lain yang belum ditemukan.

Dan pada kedua pria malang ini. Yang pada mereka telah melakukan kebohongan ilusi hasrat pada pasangan masing-masing. Ketahuilah, dusta tak akan pernah berakhir dalam sebuah keindahan. Dusta justru akan menggiring pada ketakutan lalu engkau memeluk kematian saat rasa rindu palsumu melekat erat dibenakmu.

Pada seorang Kartini di sudut pantul terbaik. Penyesalan mungkin sedang mendera pada kepedihanmu yang engkau tahan. Engkau menorehkan cinta namun justru itu melukai kehidupanmu. Namun engkau tak boleh kehilangan harapan terhadap dirimu dan seorang buah hatimu. Percayalah, engkau cukup memetik hikmah dan Tuhan akan mempertemukanmu dengan lelaki yang selalu hadir dalam mimpimu yang paling rindu, dan percayalah itu tidak pada kedua pria tadi.

Teruntuk kedua Kartini yang terikat pada ikatan suci pernikahan. Percayalah, kadangkala kekuatan cinta dan ketulusan hati kalian membutuhkan sudut pantul terbaik dari seorang Kartini lain untuk membuktikan betapa berbahayanya kekuatan dusta dalam cinta.

Ketika dusta dalam cinta itu dipelihara oleh orang yang engkau cintai penuh tulus, maka mereka sisa memilih diantara dua jenis hantaman karma kekuatan cinta kalian dari sudut pantul terpilih. Jika bukan hantaman pada raga yang terpenjara oleh penyesalan mungkin dia mendapatkan hantaman Jiwa yang berada dalam kehampaan denyut nadi.

Diantara Mudik Genologis-Historis, Mudik Teologis dan Ikat Buras

Diantara Mudik Genologis-Historis, Mudik Teologis dan Ikat Buras

Dalam kondisi alamiah dan keberuntungan yang kadang berpihak dan kadang tidak pada diaktivitas kita sebulan terakhir ini, mudik selalu menjadi kata yang mampu membentuk stimulus untuk melakukan satu jenis tindakan tertentu, yakni mewujudkannya. Apapun halangan dan rintangannya. Ini bukan hanya soal tradisi, ini soal penegasan kualitas cinta tanah asal dan kerinduan yang tak lekang oleh mekanisme dunia modern sekalipun.
Sisi historis kita akan teremajakan saat tradisi jelang lebaran ini dapat terealisasikan.

Mudik selalu memiliki nilai tersendiri. Dengan orientasi yang gamblang menuju sebuah kondisi inti dimana sanak saudara bisa berlebaran bersama, ziarah kubur bersama, sebelum kembali kekesibukan masing-masing saat masa arus balik mengharuskannya menjadi bagian didalamnya. Mudik dan balik sama-sama mengandung kriteria yang imanen bagi penilaian rasionalitas tindakan atau tatanan sosial masyarakat kita.

Meskipun dibeberapa kondisi, arus balik yang acapkali menciptakan persoalan sosial baru. Hadirnya orang-orang baru dari kampung ke kota besar guna mengadu nasib tak sedikit justru menjadi PR baru bagi pemerintah. Sekelompok orang yang memiliki potensi dan SDM khas dari kampung yang punya niatan memberikan konstribusi untuk menaikkan derajat ekonomi keluarga, meski pada akhirnya niatan tak seindah kenyataan dimana mereka mendapati fakta bahwa Kejamnya Ibu Tiri tak Sekejam ibukota. Tapi itu soal lain, mudik yah mudik, ngadu nasib di ibukota lain lagi urusannya.

Saat bermudik secara tak langsung proses-proses tradisionalisasi dan konsolidasi komunal terimplematasi.
Meminjam istilah Cak Nun, pada mudik genologis dan mudik teologis-historis ini tersisip sebentuk penemuan rohani, dimana jutaan orang mengalir, memenuhi kendaraan antarkota, berduyung-duyung mendatangi kembali sumber sejarahnya.

Mudik Genologis-historis merupakan sebuah fenomena dilevel mikro. Dimana terjadi pola interaksi didalam masyarakat yang lebih kompleks atau pada skala yang luas.
Mudik genologis-historis merupakan perjalanan pada upaya peleburan diri kita kedalam sebuah sistem kekerabatan berdasarkan garis darah, ataupun garis pagar dan garis jalan di sekitar rumah yang kerap kita sebut sebagai tetangga.

Ini adalah semacam mendudukkan kembali posisi diri kita sebagai sesama makhluk sosial, yang memiliki kedudukan sama rata dihadapan Allah, dan pribadi yang selalu melibatkan faktor hablum minannas sebagai bagian tak terpisah pada perjalanan rohani sebelum mudik pasti menuju kampung yang dijanjikan Allah bernama akhirat.

Sementara Mudik Teologis adalah fenomena pada level Makro, dimana proses interaksi secara lebih luas dan mendalam antara pemudik, gejala alam dan Tuhan yang terepresentasikan dalam Spirit beribadah di bulan ramadhan. Mudik Teologis menjadi penegasan awal tentang posisi diujung finis pada aktivitas ritual sebulan dalam upaya penghapusan dosa-dosa sistemik dan dosa struktural kita selama ini melalui penghambatan sepenuh hati pada Ilahi.

Mudik teologis juga sebagai perjalanan bercakap dengan Allah. Dia adalah seni percakapan sehari-sehari antara seorang hamba dan Rabbnya di bulan ramadhan guna mengamankan tujuan akhir berupa keselamatan di akhirat sesudah tuntas urusan wara-wiri kita di dunia.

Mudik selalu akan menjadi kekuatan pengikat sosial yang sangat dibutuhkan saat kemajuan teknologi gadget tidak terbendung. Bahkan dunia virtual dan kedekatan berbasis media sosial berbagai platform belum mampu menyamai sensasi kebagian jatah makan kue kering lebaran yang gosong pemberian seorang ibu.

Itulah mungkin mengapa perlu membangkitkan sebuah internalisasi nilai-nilai gokil disetiap momentum jelang lebaran, bahwa Setinggi-tingginya sekolahmu, sebagus-bagusnya kontenmu, dan sebanyak-banyaknya followersmu, segeralah mudik dan kembalilah ke kampungmu untuk mengikat buras. Wallahu A’lam

‘Guyonan’  Pak Gubernur soal Rampi

‘Guyonan’ Pak Gubernur soal Rampi

Rekaman Wawancara RRI

Ungkapan “kenapa tidak sekalian saja keluar dari Indonesia” sambil tersenyum lebar dibarengi tertawa ringan, ini tak boleh di artikan sebagai bentuk kesungguhan dan keseriusan oleh Gubernur Andi Sudirman Sulaiman.

Gaya humor Gubernur kita ini memang rentang dimaknai negatif oleh karena jarangnya didapati mencairkan suasana dengan audience menggunakan candaan ringan ataupun humor-humor khas orang Bugis-Makassar. Dari beberapa video dikesempatan lain yang sempat saya tonton, beliau memang lebih dominan bawaan sedikit serius dan minim candaan pada forum formal. Pilihan diksinya juga menurut saya tak buruk-buruk amat dalam menghibur, sebab itu dibarengi dengan tertawa khas agar audience bisa menjadi lebih cair suasananya. Namun gaya humor seperti ini mengandung konsekwensi bagi person yang dominan seriusnya dalam sebuah forum formal.

Pak Gubernur termasuk mungkin. Dimana belum sempat menambahkan diksi baru guna menambah level humor dikalimat candaan awal tadi, pak ASS keburu masuk kedalam inti pembahasan dan maksud baik beliau, bahwa infrastruktur tersebut akan diperbaiki secepatnya. Pada potongan video setelah kalimat bercanda terlihat pemerintah Propinsi secara tegas keseriusannya dalam menyelesaikan masalah di Rampi. Pasca viralnya kalimat tersebut justru banyak berkah bagi Rampi.

Selain Rampi menjadi lebih banyak dikenal publik, juga pada akhirnya beberapa orang dermawan melalui label organisasinya dari pengamatan sepintas saya di pemberitaan media online, itu justru akan mengirim bantuan ke Rampi. Ini perlu kita apresiasi tanpa mesti harus dimaknai ganda pada kecurigaan ada kepentingan tertentu. Ini murni bantuan bagi saudara kita di sana.
Dengan latar belakang sangat religius dan care terhadap rakyatnya, saya kira Gubernur Sulsel ini akan berupaya semaksimal mungkin komitmen pada janji diprioritas programnya selama sisa waktu masa jabatan.

Kita berikan waktu tanpa terkesan terburu-buru apalagi menekan serta melakukan pengaburan makna terhadap maksud baik Gubernur Sulsel ini. Saya kira dengan adanya peristiwa ini, Rampi akan menjadi prioritas dari Gubernur Sulsel.

Humor unik pak Gubernur Sulsel adalah ungkapan peduli dan penegasan komitmennya buat kebaikan masyarakat di Rampi. Humor yang kita harapkan menguatkan solidaritas sosial antara Masyarakat di Rampi dan sebagai bagian tak terpisah dari Sulsel.