Ikhtiar Kahmi Sulsel dalam Transisi Peradaban

Ikhtiar Kahmi Sulsel dalam Transisi Peradaban

Dalam dua hari ini group Whatsapp HMI dan KAHMI pada smartphone saya di penuhi ucapan dan share foto di ruangan keren di salah satu hotel ternama di Makassar. Pelantikan pengurus baru Majelis Wilayah Korps Alumni HMI (KAHMI) Sulsel berjalan penuh hikmat.

Sebuah titik start baru dimulai, deretan nama-nama yang tak pernah kita ragukan sedikitpun kapasitas dan kualitas mereka. Pada pucuk pimpinan, tujuh orang kader-kader terbaik dan senior – senior penuh dedikasi yang duduk di barisan presidium yang akan menahkodai KAHMI di lima tahun kedepan.

Ketua presidiumnya adalah senior saya di STM. Di HMI beliau yang melantik saya sebagai pengurus HMI Cabang dan dia top leader di Badko HMI Sulselrabar kala itu. Tak banyak bicara namun memiliki kemampuan daya pengikat sosial lewat pikiran dan geliat aksinya. Kemampuan adaptasinya secara naturalistik sangat terasa saat dua kali mendampingi beliau dalam jajaran pengurusnya di KNPI Sulsel.

Dijajaran presidium beberapa nama yang saya cukup akrab didalamnya. Fadriati, kak Enceng nama panggilan akrab dikalangan adik-adik juniornya. Sosok politisi cerdas yang kerap menjadi teman berebut Mic demi menjadi MC acara di KNPI 14 tahun silam.

Dua periode dia menjadi anggota DPRD Propinsi, dan tak sedikitpun sikap peduli dan bersahabatnya berubah. Mungkin karena karier politiknya asli dia rintis dari nol sehingga sangat paham akan arti fight disegala medan dan segala kondisi, dan itu berimbas pada sikap santun dan keramahannya yang murni menyentuh hati, baik pada kawan-kawannya bahkan pada saingan politiknya.

Bahtiar Manadjeng. Pengusaha muda yang amat sangat sulit melihat dan mendapati style angkuh karena kemapanan dan kecerdasannya. Pada komunitas di lingkungannya, dia sanggup melakukan perubahan signifikan kearah yang lebih baik dengan tetap mematuhi logika sosial. Dia adalah energi baru di kampung halamannya.

Ni’matullah, kepadanya lah saya pertama kali belajar memimpin forum sidang di KNPI. Kemampuan Kak Ullah dalam mematahkan argumen para peserta yang tak berpihak pada aturan organisasi menjadi rule model saya dalam ber KNPI selama 4 periode. Politisi yang sebentar lagi akan dilantik sebagai Ketua Parpol tingkat Propinsi ini adalah figur yang selalu asyik ditemani bertukar pikiran dan menimba pengalaman.

Bang Fauzi, politisi nasional yang juga anggota DPR RI. Kak Aminuddin Syam dan kak Mustari, dua guru besar kebanggaan orang Sulsel. Tiga nama diatas yang tak pernah diragukan kapasitas keilmuan serta pengalaman mereka di bidang masing-masing turut melengkapi skuad 2022-2027 ini.
Ketujuh kader terbaik ini yang pada personalnya mengandung bobot khusus tanpa dominasi dalam relasinya dengan yang lain. Mereka terikat satu dalam status, sebagai Presidium.

Di komposisi ini memiliki PR (pekerjaan rumah) yang tak mudah. Selain mereduksi potensi hadirnya jurang-jurang yang terdapat dalam tatanan institusional KAHMI, juga harus mampu mengambil posisi strategis dalam transisi peradaban.

Ironi Mattoanging : Dari Gudang Prestasi  ke Kubangan Berakhir Mati

Ironi Mattoanging : Dari Gudang Prestasi ke Kubangan Berakhir Mati

Beberapa hari lalu Makassar bahkan Sulsel mendadak dihebohkan dengan kematian seorang pemuda. Qadrian Surya Subyanta, ditemukan tak bernyawa di kubangan bekas galian proyek Stadion Mattoanging. Setahun yang lalu dua orang remaja juga telah mendahuluinya dengan kondisi berakhir sama dan ditempat yang sama pula.

Warga sekitar menyalahkan Pemprov, dan Pemprov pun membela diri. Epilepsi dan tak bisa berenang menjadi kambing hitam dalam peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu.
Gemerlap dan gegap gempita suara puluhan ribu orang-orang meneriakkan nama klub kesayangan, dan setiap pertandingan yang selalu memacu degup jantung para fans, kini hilang tenggelam berganti dengan teriakan orang-orang yang tenggelam lalu detak jantungnya pun menghilang.

Kok bisa, salah siapa, dan sampai kapan? Adalah sebentuk pertanyaan yang akan terus bermunculan dari para warga dan para fans klub bola kesayangan Kota anging mammiri ini. Hemat kami itu pertanyaan realistis dari warga sekitar bahkan masyarakat Sulsel sekalipun.
Dan Pemprov pun selalu terlihat optimis dan tak pernah kehabisan alasan pasca merobohkan stadion ini.

Sistem budaya serta mekanisme sosial di Sulsel yang telah matang dari berabad-abad lalu menjadi jaminan bahwa pemimpin-pemimpin yang lahir adalah putra-putri terbaik daerah ini. Berdedikasi bagus dan punya tanggung jawab. Tapi mungkin persoalan di Mattoanging ini bisa menjadi kasus unik mengarah pengecualian. Indikatornya sederhana, merobohkan dan tak ada solusi penggantian bangunan baru. Semacam lepas dari tanggung jawab dan tak bisa mengambil keputusan tegas diantara ranah-ranah peningkatan prestasi dan kebaikan hidup lain yang begitu luas khususnya dalam bidang olahraga sepakbola dan berbagai cabang olahraga di stadion ini dulunya.

Jika kita flash back 21 Oktober 2020. Janji pembangunan terucap dengan kemantapan yang luar biasa. Publik terlihat sepakat dan memberikan apresiasi lebih dan apresiasi ini mengarahkan pemerintah dan masyarakat untuk saling mendukung. Meski ada secuail gerak dan respon ketidak-sepakatan terhadap kebijakan merobohkan, namun pada akhirnya publik pun menaruh harapan besar pasca diratakannya dengan tanah stadion ikonik ini.

Waktupun berlalu. Pengambil kebijakan awal merobohkan juga telah roboh kekuasaannya. Konon Besi-besi tuanya mencapai 3,4 M yang tersetor hanya 1, 3 M menurut dugaan salah satu LSM Pelapor ke kejaksaan pada sebuah pemberitaan media online beberapa waktu lalu.

Harapan besar kini berubah menjadi goresan luka yang cukup dalam bagi masyarakat Sulsel khususnya pecinta PSM. Klub ini bahkan harus luntang-lantung numpang sewa di Stadion klub lain agar tetap bisa memainkan pertandingan. Sebagai fans fanatik PSM tribun depan Televisi, saya hanya bisa turut sedih. Sebab tak ada yang bisa diperbuat banyak selain hanya pasrah dengan ketakpastian.

Tak ada yang bisa menjelaskan dengan cukup gamblang dari yang telah merobohkan hingga ke suksesornya mengenai apa rencana pasti yang langsung diimplementasikan secara bertahap. Kita seperti dibiarkan hidup dalam kebiasaan memprediksi progres janji-janji renovasi. Dan pada akhirnya kita justru mengalami kesulitan keluar dalam kenangan historis dari masa ke masa bangunan bersejarah ini.

Rilis pemerintah di media seolah memperlihatkan upaya pembangunan kembali terus bergerak maju, meski kadang dengan cara yang masih kurang konsisten. Dua kali gagal tender justru berpeluang memunculkan persepsi kurangnya pengkoordinasian tindakan yang bisa menuntun mencapai tujuan terhadap masa depan stadion ini.

Namun kita tetap menaruh harapan besar pada pemerintah provinsi agar meningkatkan level rekonsiliasi tindakan dan kolektivitas dalam jalinan erat berbagai stake holder untuk masa depan stadion ini. Para korban yang telah menghadap Ilahi semoga menjadi pemicu spirit Pemprov untuk segera menggenjot pembangunannya dalam rangka membangkitkan kembali arena gudang prestasi dan mengakhiri kubangan yang berakhir orang mati.

Pada akhirnya ini akan bisa menjawab keraguan publik akan kemampuan Pemprov mewujudkan pembangunan kembali Mattoanging. Kita mungkin perlu menunggu dua minggu kedepan semoga harapan besar kita sudah perlahan terwujudkan.

Jika pada akhirnya kemudian Pemprov kembali melempem, entah apa lagi jawaban mereka jika seandainya nanti fans PSM sekaligus fans Kangen Band penuh semangat dengan urat leher terlihat jelas bertanya ke mereka : Empat belas hari kumancari dirimu, untuk menanyakan Kamu dimana, dengan siapa, disini aku menunggumu dan bertanya?”
Selain hal ini akan menjadi lebih ribet karena ini persoalan harapan besar ke pemprov bukan dengan Yolanda.

Merawat Pancasila, meneguhkan Solidaritas : From Diza To Indonesia

Merawat Pancasila, meneguhkan Solidaritas : From Diza To Indonesia

Beberapa hari ini patriot bangsa lintas generasi di Sulsel yang terlembagakan dan terikat pada hubungan emosional yang sangat erat, plus dedikasi yang kuat untuk bangsa di organisasi bernama Majelis Pengurus Wilayah Pemuda Pancasila Sulsel, penuh hikmat tanpa riak telah melaksanakan hajatan periodik kelembagaan mereka.

Struktural lama telah berhasil menggenggam dan mendayagunakan segenap potensi mereka dalam menyelesaikan periodesasi berdasarkan amanah SK yang diterimanya beberapa tahun lalu. Yang pernah berorganisasi pasti sangat paham. Bahwa menyelesaikan sebuah periodesasi kepengurusan itu bukanlah hal yang mudah. Sebab ini persoalan mentalitas personal bagi yang termaktub namanya dalam salinan Surat Keputusan komposisi pengurus, perihal komitmennya aktif dan turut membesarkan organisasi.

Pemuda Pancasila ini adalah salah satu organisasi di Indonesia yang dalam kacamata saya punya kemampuan membina solidaritas. Dimana struktur-struktur hierarki kelembagaannya berhasil merintis silaturahmi antar anggota dengan baik. Mereka punya kemampuan membaur dalam berbagai lapisan kelas sosial.

Menariknya, mereka juga masih tetap memperhatikan masalah-masalah keadilan, distribusi kesejahteraan, kejujuran politik, rakyat miskin serta gerakan kemanusiaan di setiap daerah yang tertimpa bencana. Dan kesemuanya itu bisa konsisten berjalan dalam beberapa dekade dibawah kepemimpinan dan sentuhan tangan dingin seorang St. Diza Rasyid Ali.

Sosok perempuan tangguh ini ibarat intervensi kosmos yang dihadirkan ke bumi Celebes dalam upaya menjaga stabilitas kontinuitas distribusi kader berkualitas Pemuda Pancasila diberbagai lembaga eksternal, baik di lembaga pemerintahan, hingga lembaga sosial kemasyarakatan lainnya.

Menahkodai organisasi sekelas MPW Pemuda Pancasila Sulsel ini bukanlah hal yang mudah. Membaurnya berbagai karakter, latar belakang aktivitas serta tingkat ekonomi pada level pendapatan keseharian, membuat organisasi ini menjadi sangat berpeluang oleng ditengah jalan jika berada di tangan figur yang kurang pas.

Dan St. Diza Rasyid Ali telah mampu merubah mindset kelembagaan organisasi ini di Sulawesi Selatan bahkan di Indonesia. Kemampuan meramu dan menciptakan ruang akselarasi para kader di PP dalam beberapa dekade terakhir ini, mampu membuat organisasi ini tetap bisa eksis dan nyaris tak kehilangan ritme energik dan performa berkarakternya walau jaman terus berubah.

Kemampuannya menjaga originalitas DNA Pemuda Pancasila hingga hari ini patut diacungi jempol. Kualitas mumpuni ini juga ditularkan kepada siapapun yang bernaung di dalam organisasi ini dengan tingkat presisi cukup lumayan. Hemat saya itulah kelebihan dari seorang Diza Ali yang harus dimiliki oleh para generasi muda kita sekarang ini. Dia mampu mencetak Kader-kader berkualitas yang dalam keberhasilannya justru membuat kader tersebut makin erat dengan organisasi ini.

Padahal diluar sana, acapkali sesuatu yang ironi sering terjadi. Yakni organisasinya telah membesarkannya dan saat itu pula dia justru semakin menjauh dari organisasi tersebut. Ini khan semacam kader durhaka bin maling kundang namanya.

Babak baru Dunia Sains: Fitur Kosmik pada Semesta Yang  Tak Terlihat

Babak baru Dunia Sains: Fitur Kosmik pada Semesta Yang Tak Terlihat

Beberapa hari ini jagat maya ramai dengan tema perbincangan perihal jagat semesta dalam sebuah gambar yang sangat menakjubkan.
Semua berdecak kagum, saat melihat keadaan gugus galaksi berupa pemandangan 4,6 miliar tahun yg lalu. Kilauan cahayanya dapat dipastikan berasal dari berbagai galaksi yang termasuk tertua di jagat semesta.

Teleskop James Webb, dibuat dengan nilai fantastis, 11 Miliar Dollar yang kalau dirupiahkan dengan kurs terakhir bisa mencapai 165.406 miliar. Dia juga merupakan yang paling terbesar yang pernah dibuat dan meluncur ke luar angkasa tepat di 25 Desember 2021, dengan roket Ariane 5 dari Spaceport Eropa di wilayah Guyana Prancis, Amerika Selatan.

Ini merupakan generasi teleskop pengganti dari teleskop Hubble yang meluncur tahun 1990 dan Spitzer di tahun 2003.
Dengan citra inframerah terdalam dan tertajam dari Alam Semesta yang jauh, dan hanya membutuhkan 12,5 jam proses pengambilan gambar, Alhasil sebuah foto yang menakjubkan yang berseliweran di Google dan menjadi tranding topic di Twitter, dan sudah pasti juga mengalahkan foto kabar baku tembak dua arah dan akhirnya yang mati duluan adalah CCTV.

Sebuah capaian yang luar biasa dari tim Webb menjadi cerminan terbaik dari apa yang pernah dilakukan badan penerbangan dan antariksa Amerika Serikat, NASA. Tak muluk-muluk, yakni mengambil sebuah mimpi dan mentransformasikannya menjadi realitas untuk kepentingan kemanusiaan. Ini asli keren bagi kita penduduk kota yang lagi bermimpi menjadi kota Metaverse dengan jalanan yang seringkali ada yang iseng menanaminya pohon pisang di lubang jalan yang cukup dalam.

Apa yang dilakukan oleh tim Webb ini adalah sebuah kejutan dari impian tim solid mereka, berupa kombinasi ketajaman dan kepekaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah umat manusia.
Capaian ini pula menjadi momentum langka bagi para ilmuwan, bahwa sekarang mereka telah dapat melihat dengan detail apa yang belum pernah terjadi sebelumnya, perihal proses galaksi-galaksi yang berinteraksi lalu memicu pembentukan bintang satu sama lain.

Foto James Webb Space Telescope, (Sumber www.science.utah.edu)

Dengan tingkat keterbatasan predikat keilmuan, bisa saja pencapaian teleskop Webb ini membuat kita menjadi senada dengan Foucault, bahwa penemuan ini seolah telah melewati ambang batas keilmiahan. cara-cara di mana ambang batas keilmiahan dilewati berdasarkan bentuk-bentuk epistemologis yang berbeda-beda. Tujuannya adalah menemukan, misalnya, bagaimana satu konsep yang masih terlapisi muatan-muatan metafor dan imajiner bisa dipurifikasi dan diberikan status dan fungsi sebagai konsep yang ilmiah.

Dan memang sangat penting bagaimana mengenali dengan baik diskursif dalam sains, bukan hanya mengenalinya dari akumulasi linear dari kebenaran-kebenaran atau asal usul rasio kata Foucault.
Namun ini rasa-rasanya sulit terbantahkan keilmiahannya, dan ini bukan mitologi perihal planet-planet dimasa lalu yang menjadi serpihan dari proses awal terbentuknya Bumi ini.

Hasil gambar dari teleskop James Webb ini sepertinya menjadi penegasan kemenangan untuk kesekian kalinya ilmu atas mitologi, sebagaimana dimasa lalu kekalahan telak juga pernah dialami oleh ilmu pengetahuan atas mitologi. Peristiwa kemenangan mitologi pernah digambarkan oleh Cak Nur tentang historis perpustakaan Iskandaria di Mesir yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dimana pertama kalinya umat manusia mengumpulkan dengan penuh kesungguhan secara sistematis pengetahuan apapun tentang dunia.

Kuatnya mitologi pada akhirnya membuat perpustakaan ini dibakar oleh kelompok pemuja berlabel pembela kesucian ajaran agama tertentu. Carl Sagan bahkan mengatakan, jika seandainya perpustakaan Iskandaria masih hadir, maka Albert Einstein sudah tampil di bumi 5 abad lalu. Manusia sudah tinggal dan beranak pianak di berbagai belahan planet.

“Era baru dunia sains ini juga menegaskan bahwa pengamatan penduduk bumi ke depan akan merevolusi pemahaman kita tentang kosmos dan asal usul kita sendiri sebagai makhluk berKTP bumi.”

                          Anshar Aminullah

Bumi hanya diisi oleh sedikit manusia dan hanya menjadi tempat mudik di waktu tertentu untuk mengobati kerinduan saat kita telah berada pada era interstellar. Dan yang pasti teleskop Webb ini adalah barang rongsokan peninggalan berabad-abad yang lalu.

Pak Ogah, Solusi Ambigu Mengurai macet   bagi penyebab kemacetan?

Pak Ogah, Solusi Ambigu Mengurai macet bagi penyebab kemacetan?

Tak biasanya kawan saya menulis kekesalannya di akun media sosialnya. penyebabnya terlihat sepele namun cukup bikin baper. Doa dari seorang pak Ogah di Putaran U di salah satu ruas jalan cukup membuat kesal teman saya yang terkenal penyabar ini. “Terima Kasih, semoga tabrakan selalu”.

Kalimat doa yang disangkal sang pak Ogah namun terlanjur melekat sangat diingatan kawan saya ini. Mungkin banyak kasus serupa yang acapkali didapati oleh pengendara lain di tempat berbeda, meskipun tak semua pak Ogah memiliki kebiasaan negatif seperti ini. Tak sedikit juga yang berhati baik, namun kehadirannya di ruas jalan U Turn ini masih terasa ambigu kemanfaatannya dari kehadiran mereka yang mengambil sedikit tugas dari bapak polantas.

Tak jelas kapan bermula panggilan pak Ogah ini melekat pada mereka. Namun yang paling mendekati adalah dalam film boneka si Unyil, dimana karakternya digambarkan sebagai sosok pemalas dan sering menghabiskan waktunya di Pos Ronda. Karakter khas lainnya yang begitu melekat di hati penggemar film era 80-90an ini yakni kalimat saat minta duit dari siapapun yang lewat ‘Cepek dulu dong’ atau ‘gopek dulu dong’.

Sepertinya permintaan secara tak langsung duit cepek dan gopek inilah yang membuat ada kesamaan dengan para anak muda di putaran U dibanyak ruas jalan di kota Makassar.
Secuil kemarahan bercampur sedikit ketersinggungan dari kawan saya ini adalah hal yang lumrah meski sedikit berbeda.

Sebab kemarahannya ini adalah salah satu jenis tegangan radikal pada keberlangsungan dinamika manusiawi yang dimiliki karakter orang beradab. Sebab dia memilih untuk tak mempermalukan orang tersebut dan masih menyempatkan untuk memberikan nasehat berbentuk teguran.

Mungkin tak salah jika kita memang harus menyempatkan bersikap serius terhadap fenomena pak Ogah ini dengan tidak sekedar memperlakukannya sebagai sesuatu yang sambil lalu saja tanpa ada hubungan rasional dengan kerja hidup kita.
Ambigunya kebermanfaatan kehadiran mereka, dimana mereka merelakan diri bercapek-capek ria mengatur lalu lintas jalan bagi kemudahan dan keselamatan untuk kendaraan yang ingin berputar.

Tapi siapa yang bisa percaya sepenuhnya bahwa itu berjalan dengan baik tanpa berimplikasi pada kelancaran lalu lintas pengendara lainnya?
Minimnya ilmu dan pengetahuan mereka terhadap pola mengatur lalu lintas pengendara sesuai standar petugas resmi, ditambah ketidakenakan kita yang menjadi bagian pengendara yang mengikuti instruksi memutar, berbelok dari mereka jika tak memberikan receh ala kadarnya.

Ini justru menjadi sebuah siklus mata rantai penyebab mandeknya laju lancar kendaraan lainnya.
Beberapa diantara kita mungkin pernah mengalami dan menyaksikan secara langsung, terjebaknya kita dalam kemacetan panjang itu justru bersumber dari para pak Ogah ini. Dimana mereka berfokus pada kendaraan yang berpeluang berbagi rejeki, sementara kendaraan lain yang mengarah lurus justru tidak tergarap dengan baik yang pada akhirnya justru ini menjadi biang kemacetan.

Tak ada maksud untuk mematikan nafkah para pak Ogah, betapapun marah dan jengkelnya kita. Sebab bagaimana pun mereka juga masih memiliki etos kepribadian, harga diri serta falsafah hidup.
Kehadiran mereka serasa menggiring kita untuk temukan identifikasi serta kategorisasi penyebabnya serta boleh atau tidaknya mereka beraktivitas ditempat tersebut. Sebab jangan sampai kehadiran mereka justru menjadi penegas masih minimnya upaya maksimalisasi peran lembaga resmi yang memang punya tugas mengatur aktivitas lalu lalang kendaraan bermotor.

Dan mereka pun hadir sebagai bentuk responsif untuk menutup celah dari belum sempatnya orang yang wajib tugas mengatur lalu lintas.
Kehadiran pak Ogah juga jangan sampai sebagai kondisi konkret dan aktual dari suatu keadaan dimana anak-anak muda kita masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, dan juga kesulitan bersaing oleh karena kemampuan minim SDM mereka. Yang pada akhirnya mereka dipaksa oleh keadaan untuk menyerah dengan nasib lalu aktivitas sebagai pak Ogah menjadi satu-satunya pilihan untuk bertahan hidup.

Fenomena sosial ini juga bisa jadi mewakili salah satu gambaran para generasi muda kita dimasa mendatang. Sekelompok kaum muda yang hanya bisa memberikan sedikit tenaga mereka bagi yang punya kendaraan, sementara mereka harus bersabar untuk waktu yang tak terbatas perihal kapan mereka bisa memiliki fasilitas kendaraan layaknya orang-orang yang mampu membeli barang mahal.

Doa nyeleneh dari pak Ogah tadi juga jangan sampai adalah bentuk pemberontakan dalam jiwa mereka, bahwa mereka lelah dengan keadaan. Mereka sisa menunggu kapan mengangkat bendera putih untuk takluk dengan hidup, karena tak ada lagi hal yang bisa diandalkan kepada pemerintah yang segelintir diataranya justru terjebak memperkaya diri mereka sendiri lewat korupsi.

Kita juga tak boleh membiarkan pak Ogah yang dalam perspektif Cak Nun menjadi anak-anak sejarah yang jatah makan minum dan hak asasinya kita musnahkan. Karena kelak bisa jadi mereka akan berduyun-duyun datang untuk menuding, menagih bahkan mempermalukan kita dihadapan Allah Swt di hari akhirat kelak.
Yah sudahlah. biarkanlah peristiwa kawan saya tadi menjadi sebuah pelajaran bagi kita. Minimal mereka sudah saling memaafkan dalam diri masing-masing.

Selebihnya mari mengambil hikmah, bahwa hidup kita ini kadangkala harus seperti Daster. Meskipun terlihat Indah tapi dia gampang rusak oleh ketakcermatan kita dalam memperlakukan sesama. Dan Hidup itu harus selalu fleksibel, mudah dan tak rempong agar tetap nyaman dalam menjalani keseharian.