SYL Ditengah Amnesia Kolektif Pemuja Karyanya di Masa Lalu

5 minutes reading
Saturday, 22 Jun 2024 02:04 0 58 Anshar Aminullah
 

Salah satu persoalan klasik yang mendera para mantan pemimpin pada suatu wilayah administratif adalah amnesia kolektif oleh karena sebuah kesalahan yang dibesar-besarkan secara tersistematis.
Amnesia kolektif ini biasanya muncul oleh karena adanya aktivitas manipulasi emosi publik, yang acapkali dilakukan secara sistemik dan sistematis.

Pendekatan Manipulasi Emosi Publik ini sendiri pertama kali diungkapkan oleh Gustave Le Bon dalam tulisannya yang terkenal “The Crowd: A Study of the Popular Mind” yang pertama kali diterbitkan ditahun 1895.

Manipulasi Emosi Publik ini ruang lingkupnya lebih konsen pada persoalan bagaimana emosi massa dapat dimanipulasi oleh individu, kelompok, atau institusi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini sering kali dalam konteks politik, sosial, atau ekonomi. Manipulasi jenis ini biasanya dilakukan melalui berbagai media dengan teknik komunikasi untuk memengaruhi opini publik dan perilaku kolektif.

Dengan kecenderungan pada beberapa prinsip utama pendekatan ini yakni : pertama, penggunaan Emosi yang kuat. Dimana emosi seperti ketakutan, kemarahan, kebencian, serta rasa simpati sering digunakan karena dapat memicu reaksi yang kuat dan cepat dari masyarakat.

Kedua, Pesan berulang-ulang, dimana pesan yang sama ketika dia diulang-ulang melalui banyak media (Online, Offline, medsos) akan memperkuat pengaruhnya. Pengulangan ini dalam rangka memastikan bahwa pesan tersebut tertanam dalam pikiran publik dan mencapai audiens yang luas.

Ketiga, membingkai Isu atau peristiwa sedemikian rupa untuk menyoroti aspek-aspek tertentu yang ditargetkan bisa memicu emosi publik.

Amnesia di Karya Monumental

Emosi publik khususnya di Sulawesi Selatan dalam beberapa bulan terakhir ini seperti tergiring untuk mengidap amnesia kolektif terhadap karya-karya monumental Gubernur Sulsel di rentang 2008 – 2018 ini. Tak ada yang segar di pikiran dan ingatan publik kecuali kasus dugaan gratifikasi dan Pemerasan. Di kedua dugaan ini ibarat menjadi nila setitik di dalam susu sebelanga.

Masyarakat Sulsel seolah tak lagi mampu sampai pada kenangan ditingkat makna. Dimana mereka semestinya dapat langsung menjangkau dan merasakan hasil pembangunan tersebut. Seolah sedang terjadi amnesia kolektif terhadap karya monumental SYL.

 

“Kita yang sedang amnesia budi dan hasil karya SYL di masa lalu, masih mampu untuk mencamkan baik-baik, bahwa alam selalu punya cara terbaik untuk membalas kita dari arah yang tidak terduga.” Anshar Aminullah

 

Seseorang yang telah menghadirkan begitu banyak ragam pembangunan fisik maupun non fisik, guna menata kehidupan rakyat Sulsel menjadi lebih rapih, serta mampu mengenyam hidup dan kehidupan yang lebih bermakna. Bendungan Bili-Bili, Bandara kelas Internasional di lokasi Baru, Fly Over, Masjid 99 Kubah dan yang lebih fenomenal Central Point Of Indonesia (CPI), semuanya terhapus oleh manipulasi emosi publik di dua term, dugaan gratifikasi dan pemerasan.

Kita mungkin masih ingat dengan kisah Sennacherib, raja Asyur di wilayah Mesophotamia era kuno (705 hingga 681 SM). Meskipun memiliki namanya yang tak setenar Ramses ataupun Nebukadnezar, Sennacherib banyak meninggalkan warisan yang cukup signifikan, khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur.

Sennacherib adalah contoh pemimpin kuno yang prestasi konstruktif dan administrasinya sering dilupakan, meskipun memiliki dampak besar pada peradaban dan infrastruktur di masanya. Warisannya dalam hal pembangunan dan pengembangan kota adalah bukti dari kepemimpinan visionernya.

Sennacherib membangun sistem irigasi dengan konsep yang tergolong rumit dengan teknologinya yang mahsyur yakni pembangunan Aqueduct Jerwan, yang membawa air dari sungai Khosr ke kota yang kini dikenal dengan nama Irak.

Selain memperluas dan memperindah Niniwe secara besar-besaran dengan pembangunan tembok kota yang luas, yang diperkirakan mencapai panjang sekitar 12 kilometer dengan beberapa gerbang besar, Sennacherib juga fokus pada pengembangan infrastruktur yang meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, termasuk membangun jalan dan jembatan.

Pernah didera sebuah Kegagalan besar, yang berimbas pada massifnya kebencian dari rakyat dan generasi penerusnya. Pada akhirnya Sennacherib di citrakan negatif sekaligus mengaburkan prestasi konstruktifnya dimasa lalu.

Imbas yang sama juga dirasakan SYL. Hingga hari ini, hampir di semua media besar level nasional bahkan internasional, topik pemberitaan yang berefek bangunan citra negatif SYL masih menjadi berita yang mampu menyedot banyak perhatian publik di Indonesia.

Kebencian dan terkaburkannya prestasi masa lalunya pun seolah tak mau ketinggalan untuk mengambil tempat di hati rakyat Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan tepat disaat SYL masih dalam suasana penuh duka kehilangan saudara ipar yang sangat dia kasihi, Susilo MT Harahap.

Menunggu Respon Alam

Satu-satunya tempat yang tepat bagi SYL untuk menetralisir secara psikis persoalan ini hanyalah pada Tuhan semesta alam. Ikhwal masa lalu dan cerita tentangnya di masa depan, perihal jasa dan nasibnya murni berada di tangan-Nya.

Pilihan sikap bijak yang mungkin bisa diambil oleh SYL setelah dia berpasrah, sabar dan ikhlas pada ilahi, adalah menyatukan pikiran, hati dan jiwanya pada alam yang telah dia perlakukan dengan bijak untuk kemaslahatan umat dimasa kepemimpinannya. Bendungan bili-bili yang hingga hari ini masih dinikmati manfaatnya oleh jutaan warga Sulsel.

Pun juga hijaunya tumbuhan dan pohon yang ada di sekitar kita yang di aliri oleh air dari bendungan tersebut, dimana oksigen yang dihasilkan oleh tumbuhan ini menjadi sangat penting bagi kehidupan kita hari ini, esok dan yang akan datang.

Jikalau pun kebaikan SYL telah kita lupakan oleh karena kasus yang menimpanya, setidaknya kita masih mau untuk mengingat bahwa SYL telah berbuat baik untuk alam di bumi celebes ini.

Serta kita yang sedang amnesia budi dan hasil karya SYL dimasa lalu, masih mampu untuk mencamkan baik-baik, bahwa alam selalu punya cara terbaik untuk membalas kita dari arah yang tidak terduga.

Artikel ini telah tayang lebih awal di media :
https://makassar.tribunnews.com/2024/06/21/syl-ditengah-amnesia-kolektif-pemuja-karyanya-di-masa-lalu