Nasib Honorer : Dulu Setia dan Terima Gaji, Sekarang Sekian dan Terima Kasih

5 minutes reading
Friday, 6 Jun 2025 11:30 0 1312 Anshar Aminullah
 

Seperti anti klimaks, beberapa hari lalu, tepat di hari peringatan lahirnya dasar negara yang memuat sila kedua, sila dengan penegasan kalimat “Kemanusiaan” yang menyiratkan sebuah nilai, bahwa setiap individu harus diperlakukan secara manusiawi, tidak semata-mata sebatas angka statistik ataupun alasan angka finansial hingga dianggap menjadi beban anggaran dan tidak diatur oleh regulasi.

Sila yang meneguhkan kalimat “Adil” yang wajib ada pada perlakuan setara dan proporsional, termasuk bagi tenaga honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun.

Dan kalimat “Beradab”, sebuah ketegasan yang menuntut proses menjunjung etika, empati, dan penghormatan terhadap jasa mereka yang tak mengenal lelah walau dengan gaji seadanya.

Tapi apa yang terjadi? Tepat di hari yang seharusnya menjadi momentum untuk hal-hal positif bagi anak negeri, link-link pemberitaan di beberapa media nasional dan lokal sekaitan nasib 2017 Honorer Pemprop di bumi celebes, menghiasi layar handphone kita.

Anak bangsa yang penuh asa dan cita menjadi abdi negara bernama PPPK ataupun PNS, sekumpulan pekerja yang setia, honorer yang multitalenta: bisa buat surat, bisa diminta antar-jemput atasan segala rute sesuai titik ataupun keluar dari titik, bahkan disuruh bikin kopi pun bisa.

Hari ini mereka telah resmi menjadi mantan honorer dengan bahasa yang sedikit soft “dirumahkan”. Karena alasan kebijakan dan tanpa kejelasan status dan anggaran, pada akhirnya gajinya tak lagi dibayarkan, dan fiks mereka menjadi ‘pengangguran’ tepat di hari lahir pancasila,.

Sepertinya kalimat ini akan selalu mereka kenang. Ini terlontar dari pihak yang punya wewenang untuk urusan Kepegawaian Daerah di level pemprov: “Tanpa formasi jabatan yang jelas, penempatan tenaga honorer menjadi tidak efektif dan bisa merugikan para pegawai itu sendiri”, “Kalau dia masuk tanpa ada formasi jabatan, kan kasihan. Dia mau kerja di mana, mau ngapain?” (Tribun Timur 2/7/2025).

 

Ironi Di Peringatan Hari

Cukup banyak momentum terbaik di tanggal yang kurang bersahabat bagi saudara-saudari kita para tenaga honorer di 1 Juni itu. Tak hanya Hari Lahir Pancasila, juga bertepatan dengan beberapa peringatan internasional yang menjadi ironi bagi keberlanjutan hidup keluarga 2017 tenaga honorer ini.

Pertama, Hari Anak Internasional: diperingati untuk meningkatkan kesadaran global akan hak-hak anak serta pentingnya kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia.

Namun bagaimana mungkin, hak-hak anak serta pentingnya kesejahteraan anak mampu terwujud, ketika alasan beban anggaran dan regulasi telah merenggut peluang anak-anak para honorer ini?

anak-anak yang tak pernah berani berharap lebih agar bisa sejahtera. Bahkan untuk sekedar bisa makan saja di hari itu, bagi mereka sudah lebih dari cukup.

Kedua, Hari Susu Sedunia (World Milk Day): dicanangkan oleh FAO sejak tahun 2001 untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya susu sebagai sumber nutrisi global.

Rasanya perlu dipertimbangkan ulang bagi seorang tenaga honorer yang hendak memenuhi nutrisi susu bagi keluarga mereka secara berkelanjutan. Alasannya jelas, kondisi gaji yang besarannya tak seberapa dan dibayarkan dalam waktu yang terkadang variatif.

Dan di tanggal 1 Juni ini, SK pemberhentian akan membuat makin tinggi kesadaran akan pentingnya menghilangkan sejenak nutrisi susu dalam list kebutuhan mereka, sebab beras dan gas jauh lebih penting sebagai kebutuhan mendesak anak-anaknya.

Ketiga, Hari Kesadaran Penyalahgunaan Narsistik Sedunia: ditujukan untuk meningkatkan pemahaman tentang dampak penyalahgunaan narsistik dan pentingnya kesehatan mental.

Narsistik yang mana yang dimaksud? apa menurut versi American Psychiatric Association (APA), bahwa gangguan kepribadian narsistik itu adalah Individu dengan gangguan memiliki antara lain: rasa superior berlebihan, butuh pujian terus-menerus, tidak punya empati pada orang lain.

Dan lihat, sampai di sini kita paham khan, siapa sesungguhnya yang menyalahgunakan narsistik dan siapa yang telah dibuat mentalnya tak sehat tepat di hari peringatannya.

Keempat, Hari Kesadaran Terumbu Karang Sedunia: dimana diharapkan peringatan ini meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga dan melestarikan terumbu karang sebagai bagian dari ekosistem laut.

Dari 2017 orang tenaga honorer ini, tak sedikit adalah orang-orang dengan kemampuan kinerja dan daya tahan yang bagus dalam bekerja.

Jangankan sekedar menjaga kelestarian ekosistem laut, menjaga amanah pekerjaan saja, percayalah, mereka mampu melakukannya. Termasuk kemampuan menjaga terumbu karang, sebab mereka sekarang ini ibarat terumbu yang pernah membangun kehidupan di dasar laut penuh harapan, namun dilindas kapal kebijakan yang karam karena badai efisiensi.

“Disaat sekarang ini, kadang lebih gampang menghitung jumlah di angka puluhan hingga ratusan miliar cost politic untuk merebut kekuasaan dan memenangkan pilihan di hati rakyat, dibanding mentaktisi kembali kebijakan angka APBD saat berkuasa untuk menenangkan 2017+3217 hati dan perasaan rakyat bernama honorer ini”.

Anshar Aminullah

 

Takbir Di Atas Takdir

Tinggal menghitung jam, saat yang berkecukupan sibuk memotong hewan kurban, dari kambing lokal sampai sapi impor. Jauh di tanah suci sana, jutaan umat Islam sedang ‘check in’ spiritual dengan posisi jarak paling dekat dengan Tuhannya.

Mereka berharap segera pulang membawa bukan hanya oleh-oleh kurma, parfhum, air zamzam dan sajadah saja, namun gelar Haji Mabrur. Yang pulang ini mungkin termasuk diantaranya beberapa orang yang telah lebih dari sekali mendapatkan jatah khusus untuk menunaikannya.

Namun di sini, para honorer yang ‘dirumahkan’ (baca: dilepas dengan kata-kata manis) justru tiarap dan ‘check out’ dengan posisi jarak sangat jauh dari tempatnya dulu bekerja.

Lebaran haji bagi mereka bukan saja soal kurban, tapi juga soal korban perasaan, harapan, serta pekerjaan. Takbir idul adha belum bergema, tapi mereka sudah takbir duluan akibat ‘takdir’.

Intonasi nadanya sangat pelan dan hatinya lirih mengucap kalimat “Allahu Akbar”, sembari menahan air mata akibat ketakmampuan membeli token listrik apatahlagi membuat kue dan buras dalam jumlah yang lebih seperti lebaran sebelumnya akibat gajinya mereka tak akan dibayarkan lagi.

‘Takdir’ yang sama walau ditempat berbeda. Nasib 3217 honorer (Herald.id 15/5/2025) yang sebahagian besar dari Laskar merah kuning hijau di langit yang biru, laskar yang berada di wilayah yang konon sedang on the way menuju Kota Dunia. Semakin menambah catatan sedih mereka yang belum lolos seleksi PPPK ini.

Lantas bagaimana nasib mereka kedepan? Amat sulit memprediksi, mungkin saja akan berkurang atau mungkin jumlahnya akan tetap stagnan. Masih dini untuk menghitung ribuan orang ini beserta peluang bisa tidaknya terakomodir kembali.

Sebab disaat sekarang ini, kadang lebih gampang menghitung jumlah di angka puluhan hingga ratusan miliar cost politic untuk merebut kekuasaan dan memenangkan pilihan di hati rakyat, dibanding mentaktisi kembali kebijakan angka APBD saat berkuasa untuk menenangkan 2017+3217 hati dan perasaan rakyat bernama honorer ini.

Artikel ini juga lebih awal telah tayang di media :

https://herald.id/2025/06/05/nasib-honorer-dulu-setia-dan-terima-gaji-sekarang-sekian-dan-terima-kasih/