Dalam beberapa kesempatan, calon presiden Amerika Serikat kala itu, Abraham Lincoln mengkritik Stephen Douglas, lawannya dalam pemilihan presiden.
Lincoln kerap kali menggunakan bahasa yang cukup smart guna menyampaikan kritiknya.
Dalam sebuah debat dengan, Lincoln mengatakan, “With public sentiment, nothing can fail; without it, nothing can succeed.” bahwa dengan dukungan publik, tak ada yang gagal, namun tanpanya, tak ada yang akan berhasil.
Gaya cerdas Abraham Lincoln dalam mengkritik kebijakan lawannya secara elegan, dimana dia menekankan pentingnya sebuah kehendak publik, dan tanpa menyerang Douglas secara personal.
Tradisi kritik yang elegan dalam kancah politik di Amerika, sangat memungkinkan seorang politisi untuk menyampaikan pandangan mereka dengan argumen yang kuat tanpa harus mengesampingkan aspek etika serta kesantunan.
Bahkan sering kali mereka menggunakan humor, sindiran, ataupun bahasa yang memperkuat argumen mereka dengan cara yang tidak menyerang secara personal.
Dalam sebuah peristiwa beberapa hari lalu, kita bisa melihat dengan cermat, meskipun kritik cukup tegas, namun politisi Nasdem, RMS, mampu menyampaikannya dengan gaya yang cukup agresif dan masih dalam taraf wajar. Momentum Pilgub 2024 yang melabeli keabsahan kritik tajam tersebut. Jika kritik yang sama di luar Pilgub, itu baru keliru total.
Propaganda?
Kemampuan AA memperlihatkan ketenangannya dalam menanggapi kritik tajam RMS patut kita acungi jempol. Meskipun tak signifikan efeknya, namun setidaknya mampu membuat publik bersimpati kepadanya dalam hitungan beberapa hari saat video singkat ini menyebar.
Di sisi lain, tak sedikit opini publik atas statemen RMS cenderung digiring pada “Ad hominem attacks” (serangan pribadi). Namun dasar dari hasil progres final di pileg 2024 dalam bentuk ketakterpilihan AA menjadi fakta dari argumen RMS juga memang ada benarnya.
Pun demikian anggapan sebahagian publik adanya upaya Character assassination” (pembunuhan karakter) RMS terhadap AA juga tidak boleh kita nafikan.
Namun apakah tindakan “character assassination” yang biasanya dianggap kurang etis ini dilakukan tanpa dasar fakta yang valid dari RMS dengan tujuan semata-mata memanipulasi opini publik?
Hal ini juga terbantahkan dengan respon heroik dan kegaduhan berlebih di dapil AA yang nyaris tak menggema selama beberapa hari saat menghangatnya sebaran video singkat RMS tersebut.
Ini menandakan bahwa ada fakta yang cenderung berubah orientasi makna karena adanya spirit kedaerahan yang pada akhirnya tak sedikit khalayak menganggap sebagai upaya serangan pribadi semata RMS yang cenderung membabi buta.
Hemat saya secara personal, statemen tersebut lebih bersifat tindakan yang sangat terukur berbentuk ‘propaganda’. Sebuah upaya membentuk opini ataupun narasi yang lebih fokus pada kelemahan atau kesalahan lawan politiknya dalam rangka mengalihkan perhatian publik dari isu lain.
Meskipun berbasis fakta, dan disajikan dengan cara yang berlebihan dan sepintas agak tendensius. Namun hal tersebut mesti dilakukan seorang RMS disaat pasangan cagub-cawagub Sulsel ASS – Hj. Fatmawati Rusdi yang kemungkinan besar mengalami penurunan trend pasca debat pertama.
“Abaikan variabel pihak ketiga yang masing-masing membela kedua pihak. Sulawesi Selatan yang justru diuntungkan karena makin menegaskan posisinya memiliki dua orang putra terbaik dalam kancah politik nasional”. Anshar Aminullah
‘Propaganda’ ini menjadi hal wajib dilakukan oleh seorang person dengan status tokoh publik selevel RMS. Ini penting, agar grassroot tak fokus pada hasil debat yang memperlihatkan dominasi DP-AA atas penguasaan data dan keberuntungan yang didapatkan dari blunder-blunder kecil, yang seringkali jadi boomerang bagi pasangan AAS-Fatma yang kemudian berdampak pada respon publik.
Berakhir Draw
Efek atas kritik baik terhadap RMS maupun terhadap AA, secara personal penilaiannya tetap sama-sama menguntungkan keduanya. Kelihaian keduanya memanfaatkan momen dan berirama dengan gelindingan isyu hangat menghasilkan skor berimbang.
Abaikan variabel pihak ketiga yang masing-masing membela kedua pihak. Sulawesi Selatan yang justru diuntungkan karena makin menegaskan posisinya memiliki dua orang putra terbaik dalam kancah politik nasional. Mereka berdua jangan dipolarisasi.
Mereka berdua adalah politisi masa depan yang akan mewarnai dinamika politik Sulsel bisa jadi hingga 10 tahun mendatang.
Mereka aset yang tak boleh dipolarisasi pasca Pilkada serentak 2024 ini. Sebab masih banyak kader-kader tangguh yang mereka berdua bisa hasilkan di internal partai yang dipimpinnya.
Tentu dengan catatan pendukung, bahwa kita yang diluar arena mampu berkonstribusi menciptakan iklim kompetisi yang sehat bagi keduanya.