117 Tahun Harkitnas: Digitalisasi Jalan, Tapi Pengantar RT Tak Tergantikan

4 minutes reading
Wednesday, 21 May 2025 10:39 0 1302 Anshar Aminullah
 

Konon dahulu kala, ketika Dinasti Qin masih berkuasa sekitar 221 SM, Kaisar Qin Shi Huang menerapkan sebuah sistem administrasi yang cukup ketat.

Yakni setiap warga yang ingin beraktivitas berbentuk dagang ataukah hendak berpindah domisli, mereka diwajibkan memiliki tanda cap resmi dari pejabat lokal yang menyatakan sekaligus melegalisir identitas dan apa tujuan penggunaannya.

Dan jika seseorang berani membuka usaha tanpa memiliki dokumen tersebut, mereka berpotensi besar dicap sebagai pembangkang negara, dan akan dihukum kerja paksa di Tembok Besar atau bahkan sampai kehilangan nyawa.

Ironisnya, meskipun sistem tersebut sangat terorganisir dan termanajemen di atas kertas, dokumennya masih acapkalai tertahan hanya karena pejabat lokal sedang pergi berburu atau lagi asyik mabuk arak.

Hingga saat ini, di negeri tempat Boedi Oetomo ini lahir, tatkala negara sedang mengadobsi semangat 5.0 dan bervisi dalam waktu dekat serba Artifisial Intelengensia di segala sektor, syarat berkas ala-ala dinasti Qin masih sedikit terasa. Syarat fotocopi KTP 3 lembar dan Pengantar RT masih susah hilang dalam kolom centang syarat administratif.

Mendapatkannya pun kadang sulit diperoleh dengan cepat, dikarenakan pemilik tanda tangan masih asyik diskusi di warkop tentang kekalahan Real Madrid versus Barcelona, dan kemungkinan PSM Makassar kembali menggunakan jasa Rano daeng Ngalle memantra-mantrai tiang gawang lawan.

 

Pelayanan Berbasis Tampilan

Dalam kondisi-kondisi kapitalisme kontemporer dan Sosialis yang masih terasa di beberapa lini, kekuatan ekonomi bangsa kita kadang masih dimaknai berdasarkan kendali kekuasaan korporasi dan kekuasaan negara, serta dimaknai berdasarkan sistem administrasi dan birokrasi.

Meskipun sudah tidak terlihat sebagai masyarakat kelas dalam dinamika umum kehidupan sosial kemasyarakatan kita, namun perlakuan berdasarkan kelas acapkali masih terasa.

Saat warga dengan tampilan standar, anggaplan setelan bawah dimulai dari sendal merk Swallow, celana pendek sampai lutut dengan dua buah bekas tambalan akibat sobek di kainnya, dan kaos bergambar caleg yang dia dapatkan secara gratis, hendak memasuki sebuah ruangan pelayanan publik.

Kita sudah bisa menebak kemungkinan perlakuan di tempat yang sama dengan seseorang yang setelan bawahnya di mulai dari Kickers, celana Jeans Levis Original, kaos LV dan gantungan kunci Pajero Sport menindih sebuah Iphone 16 pro max yang ditaruh diatas meja.

Proses interaksi antara yang melayani dan dilayani sedikit banyaknya akan didapati perbedaan dalam aktualisasinya.

Kita tak bisa menyalahkan sepenuhnya keadaan ini, sebab kebanyakan interaksi yang terjadi di dalam struktur pelayanan administrasi diberbagai instansi kita, sepertinya dipertahankan secara tidak sengaja oleh pola interaksi-interaksi intern di masa sebelumnya.

Sehingga masih terlihat lumrah, saat tampilan masih menjadi faktor penentu kecepatan pelayanan. Tampilan biasa hanya sanggup menatap kosong di depan meja, sementara tampilan elegan sanggup berakselarasi lincah ‘di bawah meja’.

 

“Kartu Tanda Penduduk elektronik mestinya sudah serentak berteknologi NFC bahkan dilengkapi chip canggih agar semua persoalan syarat administrasi bisa terselesaikan hanya dengan sekali tempel antara KTP dan Smartphone kita”. 

Anshar Aminullah

Bangkit Dari Pelayanan Versi 1.0 ke 5.0

Di saat dunia sudah lama bicara Industri 5.0, kita bahkan masih kesana-kemari hanya sekedar mencari WiFi gratisan di warkop-warkop oleh karena keterbatasan daya beli masyarakat kita, dimana beras dan lauk semata jauh lebih penting dari paket kuota data.

Upaya bangkit bangsa ini mengharuskan kita untuk kembali pergi balik ke dasar nilai yang mempersangkutkan secara dialektis antara kebaikan, kebenaran, dan keindahan sikap dan perilaku anak negeri seperti warisan nenek moyang kita.

Nilai-nilai bangsa berbudaya ini tak boleh hilang, kita tak boleh tercerabut dari akar budaya kita. Justru ini modal yang baik dalam berakselarasi dengan kemajuan zaman. Sebab jika ini terabaikan, kita memang berada di era 5.0 tapi pelayanan kita tetap sekelas 1.0.

Kita tak bermaksud menyepelekan Surat Pengantar RT ataupun Kelurahan. Kita hanya mengharapkan sebuah sistem baru yang jauh lebih mencerminkan era digitalisasi ini.

Kartu Tanda Penduduk elektronik mestinya sudah serentak berteknologi NFC bahkan dilengkapi chip canggih agar semua persoalan syarat administrasi bisa terselesaikan hanya dengan sekali tempel antara KTP dan Smartphone kita.

Di 117 tahun Kebangkitan Nasional kita, walau semangat Kolektif masih kadang dibayangi tender kolektif proyek-proyek besar para elit, namun kita tak boleh berkecil hati.

Biarkanlah para elit berdebat di podcast meski petani kita kadang masih kesulitan sinyal di gubuknya agar tak buffering menonton di link videonya.

Spirit kebangkitan ini jika kita mampu upgrade, maka akan mengubah kehidupan bangsa ini di masa depan. Kalaupun tak mampu mengupgradenya, minimal jangan mendowngradenya dengan perilaku tak terpuji seperti pelayanan setengah hati. Sebab bisa berdampak pada kondisi “digital dalam tampilan, manual dalam kenyataan”.

Sessajaki..!!

Tulisan ini lebih awal telah terbit di media :

https://makassar.tribunnews.com/2025/05/20/117-tahun-harkitnas-digitalisasi-jalan-tapi-pengantar-rt-tak-tergantikan?utm_medium=widget-ml-section-page&utm_content=reco-headline&utm_source=makassar.tribunnews.com