Merawat Asa, Menumbuhkan Makna: Refleksi 24 Tahun UIT

4 minutes reading
Saturday, 5 Jul 2025 02:30 0 1303 Anshar Aminullah
 

Di sebuah sore jelang magrib sehari sebelum kecelakaan maut merenggut nyawa pemain Liverpool, Diogo Jota.

Hampir di 22 tahun lalu, kami berdua acapkali melakukan kebiasaan ini. Duduk berkumpul di depan parkiran kampus, seraya menunggu Pak Mail menutup pintu gedung ruko tua eks kembang melati ini, untuk selanjutnya dibuka kembali esok saat matahari telah terbit.

Diskusi sejenak sambil tertawa kecil mengenang masa-masa kuliah, sembari mendengar cerita kawan saya ini. Dia diserahi pekerjaan yang hemat saya cukup berat, mengurus mahasiswa dalam kapasitas sebagai Wakil Rektor III.

Dia bercerita upayanya membangkitkan kembali marwah berlembaga di level mahasiswa, pasca kampus ini perlahan pulih dari situasi saat pernah berada di persimpangan, antara tutup atau lanjut beroperasi di rentan 2017-2019. Gairah berorganisasi dalam dua tahun terakhir ini memang cukup terasa kembali geliatnya.

Organisasi internal level BEM/ Maperwa Fakultas beserta Himpunan mahasiswa jurusan kembali aktif. Dan yang terakhir BEM dan Maperwa Universitas telah melaksanakan pelantikan pengurusnya dan sedang menyusun kembali strategi menggairahkan kembali dinamika kelembagaan di kampus mereka.

Jika tak salah ingat, di era 2003-2015 pergerakan lembaga mahasiswa dilevel internal kampus ini memang cukup diperhitungkan, yah, nama Universitas Indonesia Timur ini hingga di level pusat jalinan kerjasama antar mahasiswanya pun tergolong lumayan dikenal.

Frequensi keaktifan dan partisipasinya dalam kegiatan yang berhubungan dengan kerjasama dengan lembaga mahasiswa kampus lain cukup tinggi saat itu.

Di rentang tahun yang sama pula, tidak hanya jumlah peminat dan pendaftarnya yang setiap tahunnya menyentuh angka 4000 hingga 5000an calon Maba, bahkan pembangunan fisik dan penyediaan sarana dan prasarana, giat dilakukan oleh pemegang kekuasaan tertinggi baik di level yayasan maupun di level Universitas.

Namun seiring perjalanan waktu, kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Demikian pula Universitas ini. Dinamika pasang surut akhirnya mendera. Namun selepas menjalani masa-masa sulit pada beberapa tahun lalu, Universitas ini perlahan bangkit. Memang sih parkiran di kampus Abdul Kadir dan kampus lamanya di Rappocini tak sesesak dulu lagi.

Pun dengan hingar bingar mahasiswa-mahasiswi di semua lantai baik yang di Abdul Kadir maupun yang di Rappocini belum seramai dulu. Namun asa dalam membawa Universitas ini kembali berada pada top peformanya seperti dahulu kala, itu tak pernah padam.

SDM di berbagai bagian dan pada jajaran struktural yang masih setia mengabdi, masih tetap memiliki misi yang kuat, guna mengangkat kembali kampus ini berada kembali di level terbaik dan di performa yang lebih maksimal lagi dalam waktu dan tempo secepat mungkin.

Saya pun mengakhiri diskusi ringan dengan kawan lama ini. Dia memang kadang sedikit ‘nekat’ jika punya keinginan. Di tahun 2003 di pernah memaksakan peforma komputer pentium II nya dengan cara “Safe Overclock”, sebuah metode memaksimalkan peforma komputer standar menjadi semacam komputer racing dengan kecepatan ngebut.

Ilmu itu dia dapatkan di sebuah kegiatan Workshop level nasional, yang dilaksanakan oleh kampus-kampus Teknik Informatika terkenal se Indonesia. Dan ajaibnya, UIT dengan masih berstatus Jurusan Teknik Informatika dibawah naungan Fakultas MIPA kala itu, dipercaya sebagai salah satu pelaksana, dan itu menjadi kegiatan besar level nasional pertama dalam sejarah berdirinya UIT.

Sedikit berhasil sih, meski CPU dan Layar komputer ini kisah pengabdiannya berujung di tempat rental komputer, dengan lagu mp3 yang tak pernah terhapus didalam hardisknya “American Idiot” milik Green Day yang setia terputar di Winampnya.

Dan hingga hari ini, walau dengan Human Personal dan fasilitas yang tak semaksimal seperti dulu lagi, perlahan namun pasti geliat kelembagaan kampus mampu dia “Safe Overclock” kembali. Meski dengan jumlah mahasiswa dijajaran pengurusnya yang tidak sebanyak dulu, namun asa bertumbuh tetap mampu dia jaga  kestabilannya.

Kita mungkin bisa sedikit bijak, bahwa jumlah yang tak banyak, kadang justru mampu membuat kita menumbuhkan sebuah makna dari apa yang dinamakan berjuang dan bergandengan tangan bersama.

Saya pun berjalan menuju kendaraan saya yang terparkir, dan tetap tak lupa melakukan tradisi lama, yah, memegang kain jeans celana kawan saya ini. Jeans yang menjadi simbol keberaniaannya yang tak takut lagi semua pakaiannya direndam di ember saat keluar rumah, sejak dia berkeluarga.

Setelah motor terstater, saya memandang sejenak papan besi dengan tiang yang kokoh bertuliskan “Kembang Melati” yang berdiri tegap diatas kampus 1. Dia adalah saksi sejarah pasang-surut dan tumbuh berkembangnya kampus ini.

Saya memacu perlahan kendaraan meninggalkan areal kampus, namun gedung dengan tulisan Kembang Melati itu masih terbayang. Tulisan yang akan selalu menghadirkan kerinduan untuk bisa kembali lagi menatapnya, seraya mengenang masa-masa kuliah puluhan tahun silam.

“Apakah kalian tidak memendam rindu yang sama, untuk kembali menegaskan ulang, kisah sejarah perjuangan, dan masa-masa indah kalian pada kampus kita  tercinta ini?” 

 

Dies Natalis ke 24 Universitas Indonesia Timur 

(5 Juli 2001 – 5 Juli 2025)

Berjaya Sepanjang Masa! 

 

Anshar Aminullah

(Penikmat Cermin Pelataran Kampus 1)

(Video insert Dies Natalis 24 Tahun UIT)